Sejarah Hotel Astor
Cerita ini menarik untuk disimak dan diambil hikmatnya dan tentu saja agar para pembaca semakin berhikmat.
Beberapa tahun sebelum 13 Maret 1893, pada malam hujan badai, seorang laki-laki tua dan istrinya masuk ke sebuah lobby hotel kecil di Philadelphia, Amerika. Pasangan tersebut mencoba menghindari badai. Mereka mendekati meja resepsionis untuk mendapatkan tempat bermalam. “Dapatkah anda memberi kami sebuah kamar di sini?” tanya sang suami. Sang pelayan, seorang laki-laki ramah dengan tersenyum memandang kepada pasangan itu dan menjelaskan bahwa ada tiga acara konvensi di kota Philadelphia. “Semua kamar kami telah penuh,” kata sang pelayan. Tetapi pelayan itu melanjutkan perkataannya, “Tapi saya tidak dapat membiarkan pasangan seperti Anda keluar kehujanan pada pukul satu dini hari. Mungkin Anda mau tidur di ruangan milik saya? Tidak terlalu bagus, tapi cukup untuk membuat Anda tidur dengan nyaman malam ini.” Ketika pasangan ini ragu-ragu, pelayan muda ini membujuk, “Jangan khawatir tentang saya. Saya akan baik- baik saja,” kata sang pelayan. Akhirnya pasangan ini setuju untuk bermalam di ruangan sang receptionist. Keesokan paginya ketika pasangan tua itu ingin check out. Laki- laki tua itu berkata kepada sang pelayan, “Anda seperti seorang manager yang baik yang seharusnya menjadi pemilik hotel terbaik di Amerika. Mungkin suatu hari saya akan membangun sebuah hotel untuk Anda!” Sang pelayan melihat mereka sambil tertawa bersama. Saat pasangan ini dalam perjalanan pergi, pasangan tua ini setuju bahwa pelayan yang sangat membantu ini sungguh suatu pribadi yang langka. Menemukan seorang yang ramah bersahabat dan penolong bukanlah satu hal yang mudah di jaman ini.
Beberapa tahun kemudian, resepsionis itu menerima surat dari kakek tua itu dan meminta pelayan itu mengunjunginya di New York. Dalam surat itu disertakan juga tiket pesawat pergi pulang. Singkat cerita, si kakek bertemu dengan pelayan itu di New York dan membawa dia ke sudut Fifth Avenue and 34th Street. Sang kakek menunjuk sebuah gedung baru yang megah, sebuah istana dengan batu kemerahan, dan menara yang menjulang ke langit, “Itu, kata si kakek, adalah hotel yang baru saja saya bangun untuk engkau kelola”. “Anda pasti sedang bergurau,” jawab si resepsionis. “Saya jamin, saya tidak sedang bergurau,” kata laki-laki tua itu. Nama kakek itu adalah William Waldorf Astor dan bangunan megah tersebut adalah Waldorf-Astoria Hotel. Pelayan yang kemudian menjadi manager pertama adalah George C. Boldt. Pelayan muda ini tidak akan pernah melupakan kejadian yang membawa dia menjadi manager dari salah satu jaringan hotel paling bergengsi di dunia.
Mungkinkah di jaman kita sekarang ini, jaman yang serba materialis dan individualis ada orang yang memperlakukan semua orang dengan kasih, ramah, kemurahan dan hormat?
Mungkinkah kita berperilaku seperti sang resepsionis itu? Mungkinkah orang melihat Kristus di kehidupan dan perilaku kita?
(J.Th)