YOU LOST ME
David Kinnaman adalah Ketua dari Grup Barna, lembaga penelitian gerejawi di Amerika Serikat. Pada tahun 2011 ia menulis sebuah buku, You Lost Me: Why Young Christians are Leaving Church and Rethinking Faith, yang didasari oleh survei nasional terhadap kaum remaja dan pemuda di Amerika Serikat, terutama yang rutin bergereja selama masa remaja mereka sebelum kemudian berhenti bergereja ketika mereka memasuki usia pemuda atau dewasa. Dalam buku ini, ia menyebutkan ada beberapa alasan utama yang sering disebut oleh responden-responden survei ini:
- Gereja yang protektif secara berlebihan: Gereja tidak percaya dengan remaja dan pemuda dan berusaha melindungi mereka sedapat mungkin dari pengaruh luar (dimana remaja dan pemuda ini diibaratkan barang yang mudah pecah dan karena itu harus dibungkus pelindung setebal mungkin), namun sebenarnya hal ini tidak mungkin dilakukan berhubung betapa pervasifnya pengaruh budaya non-gerejawi dalam kehidupan kita sehari-hari.
- Gereja dangkal: Sikap ketidakpercayaan gereja terhadap remaja dan pemuda ini mengakibatkan gereja tidak meng-engage remaja dan pemuda secara serius dan menganggap mereka seperti anak kecil.
- Gereja anti-intelektual: Sebagian remaja dan pemuda merasakan adanya ketegangan antara iman mereka dengan sains, namun mereka tidak merasa gereja menghargai ketegangan ini. Sebaliknya, gereja dianggap terlalu percaya diri bahwa gereja telah mengetahui semua jawabannya. Karena itu, mereka merasa bahwa gereja sebenarnya out of step dengan dunia ilmiah, dan terkesan malah anti-sains.
- Gereja tidak ramah dengan orang-orang yang memiliki keraguan: Serupa dengan itu, sebagian remaja dan pemuda merasa bahwa gereja bukanlah tempat yang aman bagi mereka untuk mengekspresikan keraguan mengenai pokok-pokok iman mereka. Keraguan dianggap sebagai hal yang menakutkan dan mengancam kehidupan gereja, bukan sebagai hal yang sebenarnya wajar dan justru dapat menjadi sehat jika diarahkan dengan tepat. Namun hal ini justru menjadikan gereja tidak berjalan bersama dengan orang-orang yang memiliki pertanyaan-pertanyaan ini, yang kemudian malah mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka di tempat lain.
Tantangan bagi kita sebagai gereja di Singapura tentunya tidak sama persis dengan gereja-gereja di Amerika Serikat, namun kita memiliki beberapa konteks yang serupa, seperti sekularitas dan pluralitas yang menaungi kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kita mungkin juga akan menemukan pertanyaan-pertanyaan yang serupa pula dari remaja dan pemuda kita, yang mengapa kemarin kita mengadakan sesi pembinaan yang dipimpin oleh Ev. Bedjo Lie untuk mencoba menggumuli dan menggali pertanyaan-pertanyaan ini.
Refleksi bagi kita, dengan demikian, akan menjadi gereja seperti apakah kita di dalam menghadapi pergumulan-pergumulan remaja dan pemuda kita? Apakah kita akan menjadi gereja yang dangkal, protektif secara berlebihan, anti-intelektual dan tidak ramah dengan remaja dan pemuda kita yang memiliki keraguan, ataukah kita akan menjadi gereja yang terbuka dan tempat yang aman bagi kaum muda dan generasi masa depan kita ini untuk mengekspresikan iman mereka di tengah segala pertanyaan-pertanyaan yang mereka miliki? (SH)