Pemuridan dalam keluarga?
by GPBB · Published · Updated
Pola pemuridan Tuhan Yesus yang menjadi model dalam pemuridan gereja berbentuk murid mengikuti ke mana pun gurunya. Model ini bukan original Kristus tetapi mengikuti tradisi dalam kebudayaan Romawi maupun Yahudi. Ada sejumlah rabi atau filsuf yang menerima para murid dan tinggal bersama-sama dengan mereka.
Apa dampak dari murid tinggal bersama dengan guru? Yang terjadi bukan hanya transfer ilmu tetapi transfer kehidupan! Murid belajar bukan hanya pengetahuan sang guru tetapi hidup sang guru. Belajar kebiasaan-kebiasaan kecil yang mungkin berdampak besar jika dilakukan dalam jangka panjang bukan hanya konsep-konsep besar. Bagaimana sang guru mengambil keputusan untuk hal-hal kecil yang dihadapi sehari-hari dan bukan sekedar hal teoritis. Intinya murid dengan tinggal bersama guru belajar ilmu kehidupan, bukan hanya belajar ilmu pengetahuan.
Pola ini telah terbentuk sebenarnya dalam Perjanjian Lama, Yosua belajar kehidupan dan menjadi murid Musa. Elisa belajar kehidupan dan menjadi murid Elia. Lebih dini lagi hal ini terjadi dalam konteks keluarga! Kain dan Habil adalah “murid kehidupan” dari Adam dan Hawa orang tuanya. Sem, Ham dan Yahfet menjadi “murid” Nuh. Isak dan Lot sepupunya belajar menjadi murid kehidupan dari Abraham. Demikian juga para imam dan penyanyi di bait Suci disebutkan melatih dan menjadi guru bagi yang lebih muda atau anak-anak mereka.
Dengan setting tinggal bersama dan berbagi hidup, bukankah guru terbaik bagi para anak adalah orang tua mereka? Anak-anak tinggal bersama dengan para orang tua dan mereka sengaja maupun tidak sengaja, langsung maupun tidak langsung “belajar” dari para orang tua mereka. Dengan kesadaran ini, melalui tulisan renungan singkat ini para orang tua didorong untuk secara sengaja mengajar “para murid” yang Tuhan percayakan, yaitu anak-anak kandung kita. Untuk itu mari para orang tua memberi diri menjadi murid Kristus terlebih dahulu: terus berakar di dalam Firman dan bertumbuh di dalam Kristus makin serupa Kristus, sehingga anak-anak mempunyai model dan contoh hidup di rumah!
Berkaitan dengan bulan keluarga yang mendorong keluarga-keluarga di GPBB membangun rumah doa keluarga dengan disediakannya liturgi sepanjang bulan Agustus, maka hal ini bisa menjadi momentum membangun persekutuan doa keluarga. Teruskan tiap minggu bersekutu dalam keluarga di bulan-bulan mendatang, hal ini memberi pesan kuat kepada anak-anak bahwa papa dan mama mau mencari Tuhan dalam konteks keluarga. Doa keluarga menjadi bentuk konkrit melibatkan Tuhan untuk semua urusan keluarga. Juga ketika orang tua berdoa untuk anak-anak, mereka menjadi tahu bahwa papa dan mama bukan hanya memenuhi kebutuhan jasmani tetapi peduli juga dengan kebutuhan rohani. Doa orang tua yang didengar anak-anak menjadi wujud konkrit kasih orang tua kepada anak yang melibatkan Tuhan!
Kita bisa bayangkan betapa kuat dampak membagi hidup para orang tua dengan anak-anak dengan bentuk sederhana: rumah doa keluarga. Usul konkrit persekutuan keluarga adalah di mulai dengan “mengobrol” dari hati ke hati dengan demikian dalam keluarga membangun relasi dan kemudian sharing pokok doa dan mendoakan pokok doa atau saling mendoakan. Jika hal ini sudah bisa dinikmati oleh semua anggota keluarga barulah meningkat kepada membaca nats tertentu dari Alkitab dan kemudian sharingnya berdasarkan topik yang dibahas dalam nats itu. Tetapi ini mungkin langkah berikutnya. Langkah pertama adalah biasakan tiap minggu bersekutu dalam rumah doa keluarga!
Bagi para orang tua: selamat berbagi hidup yang intentional berpusat pada Tuhan dan melihat anak-anak sebagai murid yang perlu belajar ilmu kehidupan dari para orang tua karena keluarga adalah wadah paling ideal untuk memuridkan. (djh)
Image © gpbb.org