Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga (Matius 5)
by ADMIN · Published · Updated
Pertanyaan:
Saya mau bertanya: Tuhan Yesus memulai khotbah di bukit (Matius 5 - Matius 7) dengan “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. (Mat 5:3) Pertanyaan saya:
1. Apakah yang dimaksud miskin di hadapan Allah? Apakah ada alasan khusus kenapa Yesus memulai ucapan-khotbah di bukit dengan “berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah”?
2 Apakah bisa dijelaskan dengan beberapa contoh konkrit seseorang yang “miskin di hadapan Allah” ?
3. dan apakah juga beberapa contoh konkrit seseorang yang tidak merasa miskin di hadapan Allah? Terimakasih
Jawaban:
Terima kasih untuk pertanyaan yang baik. Saya berikan jawabannya di bawah ini:
- Miskin di hadapan Allah bukan kondisi material, seperti orang yang hidup di bawah garis kemiskinan atau memiliki kesulitan penghidupan sehari-hari. Karena Kerajaan Allah bersifat rohani dan batiniah, maka miskin di hadapan Allah adalah kondisi hati kita di hadapan Tuhan. ‘Miskin di hadapan Allah’ berarti suatu kondisi rohani atau sikap hati dimana kita tidak memiliki satu pun yang berarti untuk dibanggakan di hadapan Allah. Mungkin secara harta, kita punya, tetapi secara hati dan kerohanian, kita terhilang dan bergantung pada kasih karunia Allah semata-mata. Dan kepada orang yang memiliki hati yang demikian, yang mengakui ketidakberdayaannya di hadapan Allah, Allah mengatakan ia berbahagia karena kepadanya Tuhan memberi anugerah-Nya.
Yesus memulai kotbah di Bukit dengan Ucapan Bahagia pertama, yaitu ‘miskin di hadapan Allah’ karena kebenaran ini menekankan ciri utama Kerajaan-Nya. Kerajaan Yesus bukan tentang kesombongan (kemampuan diri) atau sekedar perbuatan baik. Jika demikian, maka Kerajaan Yesus tidak terlalu berbeda dengan Kerajaan dunia pada umumnya, atau kebiasaan orang yang melakukan tindakan moralitas agama yang baik. Injil Matius di tulis pada awalnya untuk pembaca Yahudi yang amat meninggikan moralitas agamawi mereka. Namun seiring berjalannya waktu, Injil ini juga dibaca oleh orang Yunani-Romawi yang sangat mengagungkan kekuasaan dan kemampuan diri mereka. Keduanya menggambarkan orang-orang di seluruh dunia, membanggakan diri bak melalui moralitas agama (perbuatan baik), ataupun melalui kemampuan diri. Ini ciri Kerajaan dunia pada umumnya.
Kerajaan Yesus berbeda! Yesus mau menekankan bahwa kita tidak dapat membenarkan diri di hadapan Allah, kita tidak dapat meninggikan diri di hadapan Allah, kita bahkan tidak memiliki satu apapun untuk kita bawa yang dapat membuat kita layak masuk ke dalam Kerajaan-Nya. Satu-satunya cara, Yesus katakan, ialah milikilah hati yang miskin di hadapan-Nya. Hati yang hancur dan tidak memiliki sesuatu untuk dibanggakan di hadapan Tuhan. Inilah orang yang berbahagia karena ia sepenuhnya bersandar pada kasih karunia dan pengampunan Tuhan. Orang yang seperti ini yang diizinkan masuk ke dalam Kerajaan Yesus. Orang yang demikian baru dapat menerapkan dengan utuh butir-butir selanjutnya dari seluruh ucapan Bahagia.
- Salah satu contoh konkrit orang yang miskin di hadapan Allah dapat dilihat dalam Lukas 18:9-14 tentang orang Farisi dan pemungut cukai. Pemungut cukai yang berdiri jauh-jauh, memukul diri dan mengakui dosanya di hadapan Allah adalah contoh nyata orang yang mengakui diri miskin di hadapan Allah. Dan tentang orang miskin di hadapan Allah itu, Yesus berkata: “orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang yang lain itu tidak.” (ay.14a).
- Siapa orang yang lain itu? Ia adalah si orang Farisi yang merasa diri benar di hadapan Tuhan, merasa diri ‘kaya’ secara rohani di hadapan Tuhan karena sudah melakukan berbagai hal untuk Tuhan. Ia menyombongkan diri di hadapan Tuhan bahkan membandingkan dirinya dengan pemungut cukai dan merendahkannya. Orang Farisi ini adalah gambaran yang konkrit orang yang tidak merasa miskin di hadapan Allah. Tentang orang Farisi itu, Yesus berkata: sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan. (ay.14b).
Kiranya menjadi berkat untuk kita semua.
Question:
I want to ask: Jesus begins the Sermon on the Mount (Matthew 5 - Matthew 7) with, “Blessed are the poor in spirit, for theirs is the kingdom of heaven” (Matthew 5:3). My questions are:
- What does it mean to be “poor in spirit”? Is there a specific reason why Jesus begins His sermon with “Blessed are the poor in spirit”?
- Can you provide some concrete examples of someone who is “poor in spirit”?
- And can you also provide some concrete examples of someone who does not feel “poor in spirit”? Thank you.
Answer:
Thank you for the good questions. Here are the answers:
- Being "poor in spirit" is not about material poverty, such as living below the poverty line or struggling with daily needs. Because the Kingdom of God is spiritual and internal, being “poor in spirit” refers to the condition of our hearts before God. To be “poor in spirit” means a spiritual condition or attitude where we have nothing to boast about before God. We may have material wealth, but in terms of heart and spirituality, we are lost and wholly dependent on God’s grace alone. To those who have such a heart, acknowledging their helplessness before God, God says they are blessed because He grants them His grace.
Jesus begins the Sermon on the Mount with the first Beatitude, “poor in spirit,” because this truth emphasizes a key characteristic of His Kingdom. The Kingdom of Jesus is not about pride (self-ability) or merely doing good deeds. If it were, then Jesus’ Kingdom would not differ much from the worldly kingdom or from the habits of people practicing moral religious actions. The Gospel of Matthew was initially written for Jewish readers who greatly esteemed their religious morality. However, over time, it was also read by Greeks and Romans who highly valued power and self-ability. Both groups represent people around the world who take pride either through religious morality (good deeds) or personal abilities. This is a characteristic of worldly kingdoms in general.
The Kingdom of Jesus is different! Jesus wants to emphasize that we cannot justify ourselves before God, we cannot exalt ourselves before God, and we have nothing to bring that would make us worthy to enter His Kingdom. The only way, Jesus says, is to have a heart that is poor in spirit. A heart that is broken and has nothing to boast about before God. Such a person is blessed because they rely entirely on God’s grace and forgiveness. It is such a person who is allowed to enter the Kingdom of Jesus. Only such a person can fully apply the subsequent Beatitudes.
2) One concrete example of someone who is poor in spirit can be seen in Luke 18:9-14 about the Pharisee and the tax collector. The tax collector who stood at a distance, beat his chest, and confessed his sins before God is a real example of someone who acknowledges being poor in spirit. About this poor in spirit person, Jesus said: “This man went home justified before God; but the other did not” (verse 14a).
3) Who is the "other" person? He is the Pharisee who felt righteous before God, feeling spiritually "rich" before God because he had done many things for God. He boasted before God, even comparing himself to the tax collector and belittling him. This Pharisee is a concrete example of someone who does not feel poor in spirit before God. About this Pharisee, Jesus said: “For all those who exalt themselves will be humbled” (verse 14b).
May this be a blessing to us all.