Abiy Ahmed
Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini dianugerahkan kepada Perdana Menteri (PM) Etiopia, Abiy Ahmed, untuk jasa-jasanya dalam membawa negaranya berdamai dengan seteru lamanya, Eritrea. Sama seperti pemenang Nobel Perdamaian tahun lalu, Denis Mukwege, Ahmed juga adalah seorang Kristen dari mazhab Pantekosta (yang di Etiopia disebut dengan P’ent’ay). Ia menjadi PM Etiopia pada bulan April 2018, dan segera sesudah itu ia banyak melakukan gebrakan demokratisasi dalam negeri seperti mencabut keadaan gawat darurat, memberikan amnesti kepada ribuan tahanan politik, menghentikan sensor terhadap media, mengijinkan kelompok-kelompok oposisi yang sebelumnya dilarang, memecat pemimpin militer dan sipil yang diduga korupsi, dan secara signifikan meningkatkan pengaruh perempuan dalam kehidupan politik dan komunitas Etiopia. Ahmed juga berperan dalam proses rekonsiliasi dua faksi dalam gereja Ortodoks Etiopia yang berseteru puluhan tahun lamanya (catatan: gereja Ortodoks Etiopia merupakan salah satu gereja tertua di dunia, yang kemungkinan sudah ada sejak abad ke-4 Masehi), dan juga rekonsiliasi antara kelompok Muslim dengan Kristen di kota kelahirannya (Ahmed sendiri adalah seorang anak pasangan Muslim-Kristen).
Dan, tentunya, perdamaian dengan Eritrea, yang menjadikan Ahmed memperoleh Nobel Perdamaian pada tahun ini. Eritrea sendiri sebelumnya merupakan bagian dari Etiopia, sebelum memulai perjalanan panjang untuk memisahkan diri dari Etiopia sejak tahun 1961, yang akhirnya mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1991, dan yang kemudian diikuti oleh perang yang berkepanjangan dengan Etiopia yang mengakibatkan puluhan ribu korban jiwa. Di sinilah peran Ahmed dalam mengakhiri konflik yang tak berkesudahan ini, dimana ia bersedia untuk mengulurkan tangannya terlebih dahulu kepada Presiden Eritrea, ‘mengalah’ dengan mengakui klaim Eritrea atas sebuah daerah di perbatasan yang selama ini menjadi pertikaian kedua kubu, dan pada akhirnya berhasil menandatangani kesepakatan damai dengan Eritrea. Segera sesudah itu, hubungan kedua negara berhasil dinormalisasi dengan cepat, seperti dimulainya kembali perjalanan udara dan hubungan telekomunikasi antar kedua negara.
Ahmed adalah inspirasi bagi kita semua, tentang bagaimana setiap dari kita dipanggil untuk menghidupi iman kita dalam peran kita masing-masing di tengah masyarakat. Ahmed sendiri mengakui bahwa imannya adalah faktor utama yang mendorongnya untuk melakukan berbagai kebijakan yang ia lakukan sebagai pejabat publik. Ahmed adalah contoh apa artinya untuk menjadi orang Kristen yang misional, yang memandang keseluruhan dirinya sebagai bagian dari misi Allah bagi dunia. “Kita memiliki negara yang diberkati dengan kekayaan yang besar, tetapi haus akan cinta kasih.” (Abiy Ahmed) (SH)