Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat
by GPBB ·
Kalimat di atas terdapat dalam Lukas 6:5 ketika Tuhan Yesus menjawab kritikan beberapa orang Farisi yang mempertanyakan Yesus dan murid-murid-Nya ketika mereka memetik gandum dan memakannya pada hari Sabat. Pertanyaan mereka: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” Dari pertanyaan orang-orang Farisi ini terlihat bahwa hukum Tuhan “kuduskanlah hari Sabat” diturunkan menjadi sejumlah peraturan tentang yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan (dos and don’ts).
Sebelum Kristus mendeklarasikan otoritas-Nya terhadap hari Sabat, Ia mengingatkan peristiwa yang terjadi pada Daud dalam Kitab Suci. Daud dan pengikutnya yang lapar masuk ke Rumah Allah dan makan roti sajian (1Sam 21:1-6). Roti sajian ini disiapkan hanya oleh para imam dan dipakai dalam ritual untuk mengingat akan penyertaan TUHAN (Kel 25:30; Im 24:5-9). Daud yang dalam kondisi melarikan diri sampai ke Nob dalam kondisi kelaparan meminta roti kepada Ahimelekh, sang imam. Karena tidak ada roti lain dan hanya ada roti sajian, maka Ahimelekh memberikannya kepada Daud dan pengikutnya. Coba perhatikan ada “kelenturan” menjalankan peraturan bagi Ahimelekh mengingat kondisi keterdesakan Daud. Bahkan Tuhan dalam narasi ini tidak memberikan hukuman dan penulis 1 Samuel tidak mengomentarinya secara negatif. Dengan demikian Kristus memperlihatkan pengaturan ritual dikalahkan oleh kebutuhan mendesak. Hal ini dikuatkan lagi dengan teks selanjutnya ketika Tuhan Yesus menyatakan: “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?” (Lukas 5:9).
Bagi Kristus, prinsip menguduskan hari Sabat tidak harus bertentangan dengan prinsip melakukan kebaikan dan menyelamatkan nyawa orang. Ini adalah kritik dan koreksi terhadap cara berpikir orang-orang Farisi yang karena peraturan yang diturunkan dari hukum Tuhan bisa mengalahkan prinsip hukum Tuhan itu sendiri. Istilah kerennya: container mengalahkan content!
Hal ini bukan berarti peraturan tidak penting. Peraturan yang baik dirumuskan dari memahami prinsipnya terlebih dahulu. Dalam rangka pelaksanaan prinsip, dirumuskan tata cara terbaik dalam menjalankan prinsip. Dengan demikian peraturan pada umumnya baik untuk dijalankan karena mewujudkan prinsipnya. Tetapi dalam kenyataan hidup di keluarga, usaha, tempat kerja dan bahkan gereja, ada kondisi-kondisi khusus yang membuat keadaan menjadi sulit ketika peraturan dijalankan. Untuk itu kemampuan untuk melihat bedanya peraturan dan prinsip menjadi penting. Demikian juga dalam mengenali apakah suatu kondisi itu demikian mendesak sehingga perlu ada “kelenturan” dalam menjalankan peraturan. Semoga Tuhan memberikan hikmat dalam mengenali semua itu ketika menjalani kehidupan kita dengan berbagai tantangannya. (djh)
Image edited by IY