HIDUP KARENA PERCAYA, BUKAN KARENA MELIHAT (Kesaksian Minggu Prapaskah 1)
Pergumulan demi pergumulan Tuhan ijinkan terjadi pada keluarga kami. Pergumulan itulah yang makin mendekatkan kami kepada Tuhan. Bahkan kami menyaksikan bagaimana Tuhan bekerja, sebab mujizat demi mujizat terjadi pada keluarga kami. Diawali dengan tidak mudahnya kami mendapatkan buah hati, meskipun sudah dengan bantuan teknologi canggih sekalipun (seperti IVF). Tetap tidak berhasil. Tapi dalam kasih dan misteriNya, Tuhan bekerja luar biasa, tanpa bisa ditelaah dengan akal sehat, kami mendapatkan buah hati di tahun 2010 secara natural. Mujizat itu nyata dan terjadi.
2012-2013 adalah tahun yang katakan lah cukup ‘menantang’ bagi keluarga kami. Tahun dimana Tuhan ijinkan pergumulan berat terjadi lagi pada keluarga kami. Tahun dimana kami melangkah dan bergantung kepada Bapa kami. Kami belajar arti “we walk by faith, not by sight”. Persis seperti perkataan Tuhan dalam FirmanNya di 2 Kor 5:7 “… Sebab hidup kami adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat”.
Disaat anak kami masih belum genap 2 tahun, di saat kami ‘excited’ melihat perkembangan demi perkembangan dari anak kami, di saat anak kami masih bergantung 100% kepada kami dalam arti makan, mandi, dll., kami mendapatkan hasil medical check-up yang sungguh mengagetkan. Kami terhentak dan membuat kami terdiam sejenak. Mei 2012-suami saya terdiagnosa cancer. Wow….. cancer, seperti kebanyakan orang mendengar dan mengalami penyakit ini. Penyakit yang dikatakan mematikan, tapi sekaligus juga bisa disembuhkan. Dengan waktu yang cukup singkat untuk memutuskan, kami harus “move-on” mempersiapkan secara mental dan fisik. Kalau bukan kekuatan dari Tuhan, tidak mudah untuk dijalani.
Teringat satu frase dalam suatu bacaan “When circumstances strike fear into our hearts, the question we must ask ourselves is, where is your faith?”. Ya, iman kami diuji lagi, tapi kami mau berjalan bersama Tuhan kami. Sekali lagi, – “we walk by faith, not by sight”.
Tidak hanya saya saja yang shock, semua keluarga kami juga shock dan menangis bersama kami. Teman-teman di sini & di Indonesia juga menangis bersama kami. Perjalanan terapi dimulai, dukungan doa dan bantuan fisik banyak diberikan. Tidak mudah dijalani dengan anak masih kecil, cukup ‘struggle’ bagi saya. Puji Tuhan, Dia tetap memberi kekuatan melalui orang-orang di sekitar kami dan melalu FirmanNya. Seperti yang pernah kita dengar dan baca “ Dear God, I don’t ask You to make my life easier, but I ask you to give me strength to face all my trouble, Amen”… ya itu menjadi doa saya saat itu.
Terapi yang dijalani suami saya 2 bulan ditambah masa recovery 1 bulan, dengan total 3 bulan. Hal ini seringkali membawa kelelahan melanda saya. Tidak bisa dibayangkan kalau Tuhan tidak memberi kekuatan kepada saya, bagaimana mungkin bisa kuat menjalani selama hampir 3 bulan, dimana saya hanya tidur 3-4 jam sehari. Tapi itulah Tuhan kita, Dia memberi kekuatan ekstra. Di saat mengalami puncak kelelahan fisik, doa saya hanyalah “Tuhan ijinkan saya melalui hari ini, melayaniMu melalui peran saya sebagai mama dan istri. Jangan juga biarkan saya melupakan bahwa saya juga anakMu dan Engkaulah Bapa tempat ku bergantung, bertahan dan menangis”. Maz 4 : 2 menjadi sandaran saya : “.. Di dalam kesesakan, Engkau memberi kelegaan kepadaku, kasihanilah aku dan dengarkanlah doaku.”
Bukan hanya kelelahan secara fisik, secara mental pun saya juga harus mempersiapkannya. Salah satunya adalah pertanyaan Mama mertua saya mengenai kemungkinan kalau suami saya tidak bisa bertahan dan akhirnya harus ‘meninggalkan’ kami. Pertanyaan yang terasa berat untuk dijawab saat itu, apalagi Mama mertua saya adalah orang yang belum mengundang Tuhan ke dalam hidupnya (hingga saat ini kami masih mendoakannya). Saya sempat terdiam sejenak, tidak langsung menjawab dan berdoa dalam hati, sementara Mama mertua saya menunggu jawaban saya. Saat itu Roh Kudus terasa bekerja, dan saya hanya menjawab, “Saya akan melakukan yang terbaik untuk suami saya, selagi saya masih menjadi istrinya dan mama dari anak kami, dan biarlah Tuhan yang kami percaya yang memberikan terbaik bagi keluarga kami”. Mama mertua saya hanya diam.
Satu pergumulan terlewatkan walau belum tuntas, akhir tahun 2012, suami saya kena dampak dari down-sizing perusahaan tempatnya bekerja. Terpaan berat datang lagi. Kami doakan dan lagi “we walk by faith, not by sight”. Satu kesempatan kami coba, tapi Tuhan belum ijinkan kelancarannya. Hingga akhir 2013, kami melihat bagaimana Tuhan menuntun kami, hingga akhirnya kami berdua kembali ke work-force lagi. Suami saya kembali ke jalur professional dan saya diijinkan Tuhan kembali bekerja dengan flexi work- arrangement.
Pada akhirnya, Maz 118:21 – “Aku bersyukur kepadaMU, sebab engkau telah menjawab aku dan telah menjadi keselamatanku” dan Maz 107:15 – “ Biarlah mereka bersyukur kepada Tuhan karena kasih setiaNya, karena perbuatan-perbuatanNya yang ajaib terhadap anak-anak manusia.” selalu mengingatkan kami akan campur tangan Tuhan di keluarga kami. Saya dan keluarga melewati proses itu sebagai kemenangan iman yang mencakup beberapa hal: keyakinan akan perkataan Tuhan, kesabaran menjalani realita hidup dan kekuatan dari komunitas keluarga Tuhan di gereja. ~hkd~