Apakah ibadah-ibadah penyembuhan benar-benar kuasa roh kudus?
by Albertus HA · Published · Updated
Pertanyaan:
Untuk Pak Pendeta, Saya ingin bertanya tentang ibadah-ibadah kesembuhan yang biasanya dilakukan oleh beberapa Gereja Kristen. Apakah ibadah-ibadah penyembuhan seperti ini (atau ibadah-ibadah tumpang tangan), merupakan benar-benar kuasa roh kudus atau kuasa setan? Karena manusia tidak memiliki kuasa untuk itu, sehingga pilihannya hanyalah apakah itu kuasa roh kudus atau setan?
Jawaban:
Tanggapan teologis atas ibadah-ibadah kesembuhan:
Pemahaman Biblika singkat tentang mukjizat:
Secara etimologis, “mukjizat” dalam PL berasal dari kata Ibrani Ôth, yang berarti “tanda”, dan digunakan untuk menunjuk wabah-wabah (tulah) atas Mesir (Keluaran 7:3). Sementara itu, dalam PB, biasa digunakan tiga kata Yunani: 1) semeion (dalam Injil Sinoptik, berarti “tanda” dalam artian untuk melegitimasikan. Dalam Injil Yohanes, menunjuk pada “mukjizat agung”: salib dan kebangkitan Kristus.), 2) dunamis (yaitu “kuasa yang mengagumkan; suatu tindakan Allah”), dan 3) ergon (yang berarti “kuasa”). Ke-4 Injil lebih banyak memakai kata semeion yang cuma berarti “tanda” bukan dunamis atau ergon. Artinya Tuhan Yesus hanya ingin dilihat dan dipercaya sebagai Tuhan dan Juruselamat manusia bukan tabib atau paranormal.
Beberapa pertanyaan kritis tentang kebaktian kesembuhan:
- Apa tujuannya? Harus dimengerti bahwa Tuhan Yesus memberikan mukjizatnya karena Ia ingin menyelamatkan umat manusia dan manusia sadar akan dosanya, bukan hanya untuk memperlihatkan trik atau demi kebesaran nama-Nya. Itu sebabnya di akhir setiap mukjizat Yesus selalu berkata:”Dosamu sudah diampuni.” Yang lebih penting bukan sembuh dari penyakit tetapi sembuh dari dosa (Mat 9:2, 8:17, Lukas 5:20, 7:48,50). Yesus memakai mukjizat sebagai alat bukan tujuan. Ada banyak Yesus tidak melakukan mukjizat kesembuhan: Contoh: terhadap orang banyak, Yesus malah menghindar, tidak melayaninya (Yoh 6:22-24); Yesus hanya sembuhkan satu orang di tepi kolam betesda, padahal semua orang ingin sembuh. Mengapa Yesus tidak sembuhkan semua? (Yoh 5).
Pertanyaan perenungan: Sangat mengherankan jika kebaktian2 mukjizat jaman sekarang yang ditonjolkan adalah janji kesembuhan bukan janji pertobatan. Di Alkitab ada banyak sakit tidak disembuhkan. Rasul Paulus (2 Kor 12:7-10); Trofimus ditinggalkan dalam keadaan sakit. Apakah rasul Paulus kurang beriman?? (2 Tim 4:20). Nabi Elisa mati karena sakit (2 Raja2 13:14).
- Semua Proses mukjizat berlangsung normal dan wajar, tidak aneh2, spektakuler, heboh, kacau, dll. (Luk 7:10,14) Semua proses berlangsung dengan tertib. Karena Allah kita adalah Allah yang tertib (1 Kor 14:33,40) Peristiwa Pentakosta di Kisah Para Rasul 2 juga berlangsung tertib. Para rasul hanya berbahasa asing dari 13 negara (KPR 2:8-10) padahal mereka orang desa, nelayan tidak pernah keluar negeri, dll.
Pertanyaan Perenungan: Mengapa mukjizat jaman sekarang berlangsung aneh2, tidak normal, heboh, sensasional, dll?
3. Yesus melarang memberitahukan kemana-mana mukjizat kesembuhan. (Mat 8:4, Luk 5:14) Mengapa? Karena Yesus tidak ingin dikenal sebagai tabib atau paranormal, tetapi sebagai TUHAN dan Juruselamat manusia. Yesus tidak ingin orang mencari Dia hanya ingin kesembuhannya bukan keTuhanannya. Mungkin ada yg berkata: “Setelah sembuh orang khan bisa percaya TUHAN. Sembuh dulu baru percaya. Saya jawab: Kita tidak menampik bahwa Tuhan bisa menyembuhkan melalui kebaktian kesembuhan. Tetapi percaya karena kesembuhan adalah iman yang tidak kuat dan tahan lama. Begitu sakit lagi umumnya orang akan murtad.
-
- Rasul Paulus berkata bahwa Iman bukan karena melihat (bukti, dll) tetapi karena PERCAYA (2 Kor 5:7)
- Tuhan Yesus berkata: “Berbahagialah yang tidak melihat namun percaya.” (Yoh 20:29)
- Yesus ingin dikenal sebagai Anak Domba Allah yang menanggung dosa dunia (Yoh 1:29)
- Hans Küng mengatakan bahwa “Miracles alone prove nothing”. Kung berkata bahwa menilai, historisitas mukjizat (kebenaran faktualnya dalam PB) bukanlah pertanyaan penting bagi iman Kristiani. Pertanyaan krusial yang lebih mendesak untuk dijawab, ialah, mengenai siapa Kristus: apa yang manusia pikirkan tentang Dia (melalui mukjizat-mukjizat yang telah dikerjakan-Nya)? Menurutnya, kunci untuk memahami mukjizat dalam PB bukanlah soal perlawanan hukum alam, bukan pula tentang pemerintahan universal Allah di atas muka bumi, melainkan “Jesus himself”. Terkait peran dari sang tokoh kunci ini, Küng melihat bahwa Yesus sama sekali tidak mempropagandakan ajaran pribadi atau diri-Nya sendiri melalui seluruh mukjizat yang diselenggarakannya. Fokus Yesus ialah semata-mata keselamatan manusia. (Hans Küng, On Being a Christian, New York, Doubleday & Company, 1976, 236.)
Pertanyaan Perenungan: Mengapa kebaktian kesembuhan jaman sekarang yang dipropagandakan adalah kesembuhannya bukan pertobatannya?
4. Mukjizat terbesar dan paling berkuasa adalah pertobatan dan perubahan kehidupan dari dosa kepada kebenaran (2 Kor 5:17; Ef 4:24; Roma 12:1-2; Gal 5:16). Injil Yohanes menegaskan bahwa mukjizat itu adalah salib dan kebangkitan Yesus.
5. Kita tidak menutup iman bahwa TUHAN bisa bekerja melalui kebaktian kesembuhan dan ada yang disembuhkan. Tetapi kita harus berhati2 karena iblispun bisa menyamar sebagai malaikat terang (dan Iblis pun bisa menyembuhkan (Markus 13:22; 2 Kor 11:14; Yeremia 23:21). Berhati-hati karena tidak tertutup kuasa kesembuhan datang dari iblis. Darimana kita tahu:
-
- Orang yang disembuhkan tidak bertobat, setelah sembuh malah tidak percaya. Ia hanya cari kesembuhan (Lukas 17:17-18).
- Yang dikotbahkan bukan pertobatan. Altar calling bukan minta maju ke altar untuk pertobatan tetapi kesembuhan.
- Peristiwa berlangsung dengan aneh, heboh, tidak wajar, berbicara ngaco dll. padahal ingat, Allah kita adalah Allah yang tertib.
- Tidak ngotot menuntut minta disembuhkan. Rasul Paulus berdoa 3 kali minta kesembuhan dari duri (2 Kor 12:7-10) Tetapi Tuhan tidak kabulkan dan rasul Paulus tetap percaya dan setia dan Tuhan beri kekuatan untuk menanggung duri itu dalam tubuhnya. Jika kita terus menuntut, pokoknya harus sembuh maka seringkali kita tanpa sadar membuka diri kepada kuasa2 lain selain kuasa Tuhan (JTh).
Question:
I would like to ask about healing services that are commonly conducted by some Christian churches. Are such healing services (or services involving the laying on of hands) genuinely empowered by the Holy Spirit, or could they be the power of the devil? Since humans do not possess such power on their own, the choice seems to be whether it is the power of the Holy Spirit or of the devil.
Answer:
Theological Response to Healing Services:
Brief Biblical Understanding of Miracles:
Etymologically, the term “miracle” in the Old Testament comes from the Hebrew word Ôth, which means “sign” and was used to refer to plagues (judgments) upon Egypt (Exodus 7:3). In the New Testament, three Greek words are commonly used: 1) semeion (in the Synoptic Gospels, meaning “sign” in the sense of legitimization. In the Gospel of John, it refers to “great miracles”: the cross and resurrection of Christ), 2) dunamis (which means “powerful act; an action of God”), and 3) ergon (which means “work” or “power”).
The four Gospels predominantly use the word semeion, which means “sign” rather than dunamis or ergon. This implies that Jesus wanted to be recognized and believed in as the Lord and Savior of humanity, not merely as a healer or a supernatural figure.
Critical Questions About Healing Services
- What is the Purpose?
It must be understood that Jesus performed miracles not merely to display tricks or for the sake of His own grandeur but because He wanted to save humanity and make people aware of their sins. This is why, after every miracle, Jesus would say, "Your sins are forgiven" (Matthew 9:2, 8:17; Luke 5:20, 7:48, 50). The more important healing is not from physical illness but from sin. Jesus used miracles as a tool, not as an end in itself.
There are many instances where Jesus did not perform healing miracles: For example, Jesus avoided the crowds and did not serve them (John 6:22-24); He healed only one person at the pool of Bethesda, although many were in need of healing. Why did Jesus not heal everyone? (John 5).
Reflective Question: It is surprising that contemporary healing services often emphasize the promise of physical healing rather than repentance. In the Bible, many illnesses were not healed. The Apostle Paul, for instance, had a persistent illness (2 Corinthians 12:7-10); Trofimus was left sick (2 Timothy 4:20). Was Paul lacking in faith? Even the prophet Elisha died from illness (2 Kings 13:14).
- Normalcy of the Miracle Process
All miracle processes in the Bible were conducted in a normal, orderly manner, not in a bizarre, spectacular, chaotic way (Luke 7:10, 14). Our God is a God of order (1 Corinthians 14:33, 40). The Pentecost event in Acts 2 also occurred in an orderly fashion. The apostles spoke foreign languages from 13 countries (Acts 2:8-10), despite being ordinary villagers and fishermen who had never traveled abroad.
Reflective Question: Why do contemporary miracles often appear strange, abnormal, sensational, and chaotic?
- Jesus' Restriction on Publicizing Healing Miracles
Jesus instructed those He healed not to tell anyone about the miracles (Matthew 8:4; Luke 5:14). Why? Because Jesus did not want to be known merely as a healer or a supernatural figure but as the LORD and Savior of humanity. Jesus did not want people to seek Him only for healing rather than for His divinity. Some might argue, “After being healed, people can come to believe in God. Heal first, then they will believe.”
My response: We do not deny that God can heal through healing services. However, believing because of healing represents a faith that is neither strong nor enduring. Once the illness returns, people often fall away from faith.
- The Apostle Paul stated that faith is not based on seeing (evidence, etc.) but on BELIEVING (2 Corinthians 5:7).
- Jesus said, “Blessed are those who have not seen and yet have believed” (John 20:29).
- Jesus wants to be known as the Lamb of God who takes away the sin of the world (John 1:29).
- Hans Küng notes that “Miracles alone prove nothing.” Küng argues that assessing the historical accuracy of miracles (their factual truth in the New Testament) is not the central issue for Christian faith. The more pressing question is about who Christ is: what people think of Him through the miracles He performed. According to Küng, the key to understanding miracles in the New Testament is not the opposition to natural laws or God's universal governance on earth, but “Jesus Himself.” Küng observes that Jesus did not promote personal teachings or Himself through miracles. His focus was solely on human salvation (Hans Küng, On Being a Christian, New York, Doubleday & Company, 1976, p. 236).
Reflective Question: Why is it that contemporary healing services often emphasize the healing itself rather than repentance?
- The Greatest Miracle: Repentance and Transformation
The greatest and most powerful miracle is repentance and transformation from sin to righteousness (2 Corinthians 5:17; Ephesians 4:24; Romans 12:1-2; Galatians 5:16). The Gospel of John emphasizes that the true miracles are the cross and resurrection of Jesus.
- Caution Regarding Healing Services
We do not deny that God can work through healing services and that some may indeed be healed. However, we must exercise caution because even Satan can disguise himself as an angel of light (and Satan can also perform healings) (Mark 13:22; 2 Corinthians 11:14; Jeremiah 23:21). We need to be cautious because the source of healing power could be from the devil. How can we discern this?
- If the person healed does not repent and, after being healed, does not believe but only sought healing (Luke 17:17-18).
- If the focus of the preaching is not repentance. Altar calls should not merely be for healing but for repentance.
- If the event is marked by unusual, chaotic, or nonsensical behavior. Remember, our God is a God of order.
- If there is a persistent demand for healing. The Apostle Paul prayed three times for healing from his thorn in the flesh (2 Corinthians 12:7-10), but God did not grant it. Paul remained faithful and was given strength to endure the affliction. If we insist on being healed, we may unknowingly open ourselves to powers other than God's (JTh).