KETIKA KEJAHATAN SEMAKIN MERAJALELA
“Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah” (Daniel 7:14b)
Mudah bagi kita untuk terus bersikap baik dan menjaga integritas dalam komunitas yang baik dan sehat. Tetapi bagaimana jika sekeliling kita cenderung menghalalkan segala cara, melakukan kejahatan untuk mencapai tujuannya? Akankah kita tetap memelihara iman di dalam Kristus? Dalam situasi seperti itu, orang akan mudah goyah, putus asa dan kompromi. Tetapi tidak demikian dengan Daniel.
Daniel adalah seorang pemuda yang luar biasa. Ia bukan hanya dikaruniai hikmat dan berbagai pengetahuan (1:4), tetapi juga iman yang teguh. Semua ini lahir dari hati yang berketetapan untuk tidak menajiskan diri dengan berbagai hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan (ay.8). Tetapi Daniel tidak sedang hidup di Israel di mana Yahweh disembah dan liturgi dinaikkan dalam Bait Allah. Daniel hidup dalam pembuangan di Babel di mana orang-orang pada umumnya menyembah berhala dan berorientasi kepada kekuasaan. Dalam kasih karunia Tuhan, Daniel tetap setia melayani bahkan selama empat masa pemerintahan raja: Nebukadnezar (ps.1-4), Belsyazar (ps.5,7-8), Darius (ps.6:1-28; ps.8-9), dan Koresh (ps.10). Seorang yang amat dipercaya, bukan hanya oleh manusia tapi juga oleh Allah. Daniel teguh walau sekelilingnya bergelora.
Dalam pasal yang ketujuh, kita membaca Daniel mendapatkan penglihatan dan mimpi tentang keempat binatang. Mereka tampak seperti (1) seekor singa dengan sayap rajawali dan memiliki hati dan dua kaki seperti manusia (ay.4); (2) seekor beruang (ay.5); (3) seekor macan tutul dengan empat kepala dan sayap (ay.6); (4) seekor binatang yang menakutkan dan mendahsyatkan, bertanduk sepuluh, kemudian tumbuh tanduk kecil dengan mata seperti mata manusia dan mulut yang menyombong (ay.8). Menurut penjelasan Alkitab, keempat gambaran binatang ini merupakan “empat raja yang akan muncul dari dalam bumi” (ay.17). Gambaran ini menunjukkan seolah-olah bumi dan segala isinya ditentukan oleh kekuasaan dan pemerintahan raja-raja ini. Tetapi itu bukan akhir segalanya.
Pada ayat 13-14, Daniel melihat penglihatan yang lain, yaitu anak manusia dalam awan-awan menerima kekuasaan dan kemuliaan sebagai raja dari Yang Lanjut Usianya itu. Ini adalah penglihatan penentu. Bagi Daniel, sekalipun raja dan pemerintah naik dan turun, timbul dan tenggelam. Kejahatan merajalela seolah tidak terkendali, Daniel tahu bahwa Tuhan tetap duduk ditakhta-Nya dan memegang kendali penuh. Bukan hanya itu. Ia akan datang kembali untuk menyatakan penghakiman-Nya, bahwa Ia-lah Raja segala raja dan Tuhan atas segala Tuhan. Penglihatan eskatologis ini memberi pengharapan bagi Daniel untuk tetap setia melayani Tuhan dalam situasi yang penuh dengan kejahatan dan dosa. Bagaimana dengan kita? Apa yang seringkali membuat kita jadi terjebak hanya memperhatikan ‘raja-raja’ di sekeliling kita? Apakah kita seperti Daniel, ‘terus melihat dalam penglihatan malam itu’ (ay.13) dan akhirnya mengarahkan mata hati dan iman kita kepada Sang Anak Manusia, Yesus Kristus? (yj)