Makhluk Fana
Dalam bukunya, Being Mortal: Illness, Medicine, and What Matters in
the End, Dr Atul Gawande menulis mengenai tantangan yang ia hadapi sebagai seorang dokter: bagaimana ia mampu untuk tidak hanya menyembuhkan pasiennya namun juga mempersiapkan dengan baik akhir dari hidup pasiennya jika memang sudah waktunya. Dr Gawande menulis bagaimana sebenarnya ia dan koleganya tidak terlalu dipersiapkan untuk menerima ‘kegagalan’ sebagai seorang dokter untuk merelakan pasiennya meninggal dunia. Ia menulis, “Sebenarnya kita salah selama ini soal tanggung jawab kita sebagai dokter. Kita pikir tugas kita adalah untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pasien kita. Namun sebenarnya tugas kita lebih dari itu. Tanggung jawab kita adalah untuk menjamin kesejahteraan (well-being) pasien kita.”
Dr Gawande menggunakan beberapa contoh dari pengalaman pribadinya sendiri, dimana pasiennya diperhadapkan dengan berbagai penderitaan yang menurutnya tidak perlu hanya demi menambah beberapa bulan saja dalam hidup mereka. Misalnya, seorang ibu yang didiagnosa kanker paru-paru stadium akhir ketika ia baru saja melahirkan anaknya. Ia diperhadapkan kepada dua pilihan: haruskah ia mengambil kemoterapi untuk memperpanjang beberapa bulan hidupnya dengan konsekuensi ia mungkin tidak akan memiliki waktu bersama bayinya, ataukah sebaiknya ia mengambil terapi paliatif saja untuk meringankan rasa sakitnya, yang walaupun mungkin akan mengakibatkan ia meninggal lebih awal, namun juga berarti ia dapat menikmati akhir-akhir masa hidupnya dengan bayinya?
Lewat buku ini, Dr Gawande ingin meyakinkan pembacanya bahwa pada akhirnya kita adalah makhluk yang fana dan kualitas akhir hidup jauh lebih penting ketimbang jangka waktunya semata. Bahwa ada hal-hal yang lebih penting ketimbang memperpanjang satu atau dua jengkal masa hidup kita. Waktu bersama keluarga dan orang-orang yang kita kasihi. Pemulihan relasi yang rusak. Impian-impian kita yang selama ini belum terwujud. Dengan kata lain, hidup bukanlah sekedar untuk hidup, namun dengan perspektif bahwa hidup kita di bumi ini akan dan pasti ada akhirnya, supaya suatu saat, ketika akhir kita sudah dekat, kita bisa berkata seperti rasul Paulus, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (2 Tim 4:7) Jika kita dipanggil Tuhan saat ini juga, apakah kita bisa melihat kembali hidup kita dan berkata hal yang sama? (SH)