MANA UANG TUHAN DAN MANA UANG SAYA
Alkisah ada tiga orang yang sedang membicarakan tentang bagaimana menentukan mana uang Tuhan dan mana uang pribadi mereka. Orang pertama menentukan cara sbb, ia membuat sebuah lingkaran kecil di sekeliling dirinya, kemudian melemparkan semua uangnya ke atas. Uang yang jatuh ke dalam lingkaran tersebut berarti milik Tuhan dan uang yang jatuh di luar lingkaran berarti miliknya. Orang kedua punya cara lain. Ia memakai sebuah kantong kolekte, kemudian dia melemparkan semua uangnya ke atas. Sebagaimana yang dilakukan oleh orang pertama, orang keduapun berkata bahwa uang yang masuk ke dalam kantong kolekte adalah milik Tuhan dan uang yang tidak masuk ke dalam kantong kolekte adalah milik pribadinya. Bagaimana dengan orang ketiga? Sama seperti orang pertama dan kedua, ia berkata, “Aku akan melemparkan semua uangku ke udara. Uang yang tetap di udara adalah milik Tuhan, sedangkan yang jatuh ke tanah adalah milik pribadiku.”
Kita mungkin tersenyum atau tertawa membaca kisah tersebut, bahkan mungkin mencela ketiga orang tersebut, apalagi kepada orang yang ketiga, licik dan pelitnya minta ampun. Akan tetapi, apakah kita pernah melihat diri kita sendiri? Jangan-jangan kita juga sering menetapkan mana uang Tuhan dan mana uang kita dengan memakai salah satu dari cara-cara tersebut atau mungkin kita punya cara keempat.
Persembahan persepuluhan bukanlah persembahan sukarela seperti persembahan pada umumnya, dalam artian boleh dilakukan dan boleh juga tidak, diberikan sesukanya, sebebas-bebasnya tetapi persembahan yang secara khusus diatur sebagai sebuah kedisiplinan rohani. Persepuluhan harus diberikan kepada Allah secara rutin dan teratur sebagai tanda pengakuan terhadap kuasa Tuhan dan ungkapan syukur atas berkat Allah dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bait Allah. Allah telah memberikan hidup dan berkatnya sehingga adalah tanggung jawab moral ketika memberi persepuluhan kepada Allah yang mengaruniakan hidup kepada kita. Persepuluhan adalah milik TUHAN (Imamat 27:30)
Saat seseorang memberi dengan hati yang benar pasti akan mendatangkan damai sejahtera. Allah telah begitu mengasihi kita dengan memberikan AnakNya yang tunggal, begitu juga dengan manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah akan tampak ketika ia bertindak sesuai dengan sifat kasih Allah yaitu memberi. Oleh sebab itu ketika seseorang memberi persepuluhan dengan sukacita, sukarela dan disertai ucapan syukur, ia akan merasakan kelimpahan dari Allah bahkan dapat merasakan kecukupan atas berkat yang Allah berikan. Hidup yang dapat merasakan kepuasan, kelimpahan dan kecukupan dari Allah itulah berkat terbesar dari memberi persepuluhan. Persepuluhan bukan pancingan supaya dapat berkat lebih besar dari Tuhan. Prinsip persepuluhan bukan “tabur-tuai” tetapi prinsip disiplin, ketaatan dan ungkapan syukur. Ketaatan sejati bukan berdasarkan suka atau tidak suka, tetapi tetap taat dan melaksanakan walau sebetulnya tidak suka. Namun satu hal yang pasti adalah orang yang memberikan persepuluhan akan merasakan damai sejahtera dan hidup selalu berkecukupan dan anugerah Tuhan sering dilimpahkan tepat pada waktu ketika kita sedang membutuhkan. Marilah disiplin, taat dan bersyukur melalui persembahan persepuluhan. Tuhan Yesus memberkati kita semua. (J.Th)