MENGHITUNG HARI
”Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. Siapakah yang mengenal kekuatan murka-Mu dan takut kepada gemas-Mu? Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” Mazmur 90:10-12
Bertambah usia bukanlah sebuah pilihan, namun keharusan. Walaupun begitu, bertambah tua bukanlah menjadi penghalang untuk belajar. Bapak Rhenald Khasali, seorang guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, di rubrik Kompas bulan November 2014 menceritakan pengalamannya ketika beliau menjadi mentor salah seorang mahasiswi program doktoralnya, yaitu seorang direktur perusahaan kosmetik terkemuka di Indonesia, Ibu Mooryati Soedibyo yang waktu itu usianya 75 tahun. Di tulisannya, Bapak Rhenald bercerita bagaimana teman-teman belajar ibu Mooryati bersaksi: “Pukul 08.00 malam, kami yang memimpin diskusi. Tetapi pukul 24.00, yang muda mulai ngantuk, Ibu Moor yang memimpin. Dia selalu mengingatkan tugas harus selesai, dan tak boleh asal jadi.” Ibu Moor yang ketika kuliah selalu memakai kebaya, menunjukkan self-discipline yang tinggi, tidak pernah absen kuliah, walaupun saat itu beliau sedang menjabat pimpinan MPR. Alhasil, Ibu Moor memecahkan rekor MURI sebagai doktor tertua di Indonesia, yaitu pada usianya yang ke 79 tahun.
Mazmur 90: 10-12 menjadi pedoman bagi kita untuk merenungi kisah Ibu Moor. Pemazmur mengatakan “Ajar kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana”. Pemazmur sedang mengajak kita semua untuk menghayati pertambahan usia, dan hari-hari yang berlalu begitu cepat di hadapan kita. Pemazmur sedang berbicara tentang persepsi kita dalam hari-hari yang berlalu, dengan usia yang tentu bertambah. Dengan waktu yang terus berjalan, usia yang terus bertambah, apa yang harus kita lakukan di dunia ini? Pemazmur meminta Tuhan untuk mengajarinya. Artinya, ia meminta Tuhan untuk membimbingnya agar ia dapat mempersepsikan dengan tepat apa yang harus ia lakukan di sisa hidupnya.
Bulan Agustus 2015 adalah bulan yang eventful untuk gereja kita. Dua puluh tahun sudah Tuhan setia membimbing gereja kita. Sebagai gereja, apakah kita semakin bijaksana? Dari ayat tadi, pemazmur juga mengajak kita semua untuk tetap memohon bimbingan Allah. Pemazmur mengajak untuk datang kepada Allah, dan membiarkan Allah yang mengajari kita, dan menunjukkan jalan. Oleh karena hanya dengan demikianlah kita dapat beroleh hati yang bijaksana. Bayangkan saja perjalanan hidup Ibu Moor yang demikian unik itu. Ia bukan hanya menjadi inspirasi bagi keluarganya, tetapi bagi semua masyarakat Indonesia. Kita pun bisa demikian, dengan persepsi dan tindakan yang tepat dalam sisa hidup kita, kita bisa beroleh hati yang bijaksana, dan akhirnya kita bisa menjadi berkat untuk sesama. (SBW)