Menilai Hidup
Minggu ini adalah minggu yang terakhir di tahun 2015. Minggu depan kita sudah memasuki tahun 2016. Tentunya banyak yang sudah terjadi di dalam hidup kita selama setahun ini. Kenangan yang indah, kejadian yang buruk. Kelahiran anggota keluarga yang baru, berpulangnya orang yang kita cintai ke rumah Bapa. Pertemuan dengan teman-teman yang baru, perpisahan yang tak terhindarkan. Memori yang menyenangkan, milestone yang signifikan. Namun, dengan apakah kita menilai tahun yang akan berlalu ini sebentar lagi? Mungkin ada dari kita yang mengukurnya dari jumlah uang di rekening bank kita di akhir tahun ini, jika dibandingkan dengan jumlahnya di awal tahun. Atau kita menilainya dari nilai ujian yang kita dapat di tahun ini, jika dibandingkan dengan tahun yang lalu. Atau kita mengukurnya dari hasil cek up kesehatan kita tahun ini jika dibandingkan dengan hasil tahun lalu. Atau kita simply sudah tidak peduli lagi, karena hidup toh sudah berjalan seperti ini tahun demi tahun.
Rasul Paulus sendiri membayangkan hidup ibarat sebuah pertandingan (1 Kor 9:24-27). Hidup ibarat sebuah lomba, dimana tiap-tiap orang yang ambil bagian dalam pertandingan ini akan melatih dirinya sedemikan rupa untuk memperoleh hadiah di lomba tersebut. Dengan demikian, setiap orang harus menemukan ‘pertandingan’ apa yang ia jalani saat ini, yaitu tujuan atau rencana Allah bagi orang tersebut, agar kita ‘tidak berlari tanpa tujuan’ atau seperti ‘petinju yang sembarangan saja memukul’ (1 Kor 9:26). Bagi Paulus sendiri, tujuan hidupnya adalah untuk memberitakan Injil (9:27), dan di akhir hidupnya, ia berkata bahwa ia ‘telah mengakhiri pertandingan yang baik, telah mencapai garis akhir dan telah memelihara iman.’ (2 Tim 4:7)
Karena itu, sekali lagi, dengan apakah kita akan menilai hidup kita? Apakah kita telah menemukan tujuan Allah bagi hidup kita dan menilainya seturut dengan kesepadanan antara hidup kita dengan rancangan Allah tersebut? Apakah ada kemajuan di dalam kerohanian kita selama setahun belakangan ini, atau hidup rohani kita telah menjadi stagnan – atau bahkan mundur? Apakah kita semakin bertumbuh di dalam iman kita di tahun 2015? Apakah kita semakin mencintai Tuhan dan mengasihi sesama kita? Di garis akhir tahun ini, apakah kita sudah menjalani pertandingan kita masing-masing dengan baik? Kiranya hari-hari pergantian tahun ini boleh kita jadikan momen untuk merefleksikan hal-hal apa yang sebenarnya bermakna dan patut kita nilai di dalam hidup kita ini. Kiranya kita pun bisa berkata seperti Rasul Paulus, bahwa kita telah mengakhiri tahun ini dengan baik, telah mencapai garis akhir dan telah memelihara iman. Tuhan memberkati. (SH)