MENJADI TENANG
“Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.” (1Pet.4:7)
Kalimat di atas ialah petikan dari surat pertama yang rasul Petrus tulis untuk orang-orang percaya yang tersebar di Asia Kecil dan sekitarnya (1Pet.1:1). Pada waktu itu belum ditemukan mesin cetak sehingga para pemimpin jemaat di gereja-gereja rumah harus membacakannya kepada jemaat. Kemudian surat itu atau salinan-salinannya disampaikan kepada jemaat-jemaat di kota-kota lain untuk dibacakan juga. Orang-orang Kristen yang tersebar pada waktu itu sedang mengalami aniaya yang berat dari pemerintahan Roma. Banyak dari mereka yang harus meninggalkan pekerjaan dan harta benda miliknya, semata-mata karena mereka mengaku sebagai orang Kristen. Di tengah berbagai keterbatasan kehidupan, sehari-hari mereka hidup di bawah bayang-bayang maut. Di tengah-tengah kondisi yang demikian, rasul Petrus mengingatkan mereka beberapa hal: pertama, kesudahan segala sesuatu sudah dekat; kedua, pentingnya penguasaan diri dan menjadi tenang; dan ketiga, pentingnya berdoa.
Petrus mengingatkan bahwa kehidupan ini, betapapun baik atau buruk, pada akhirnya akan berlalu. ‘This too shall pass.’ Hal ini tidak dimaksudkan agar kita menjadi pasif dan apatis dalam kontribusi kebaikan bagi sesama. Sebaliknya, iman Kristen selalu paling terang bersinar bukan di atas mimbar, tetapi di tengah lokasi bencana. Iman yang sejati selalu disertai dengan perbuatan nyata (1Pet.4:8-10). Itulah sebabnya, kesementaraan hidup ini memberikan harapan dan makna. Harapan, bahwa betapapun beratnya pergumulan yang saat ini sedang kita hadapi, ‘this too shall pass’; kita dapat melaluinya bersama Tuhan. Makna, bahwa hidup yang sementara ini selalu memiliki nilai kekal di dalamnya, entah bersama Tuhan atau tanpa Tuhan. Apa yang kita tabur, baik di dalam iman atau pun tanpa iman, pasti memiliki dampak kekekalan. Untuk itu, kita diingatkan agar segala tindakan yang kita lakukan di dalam kesementaraan ini adalah lahir karena kerinduan kita akan kekekalan bersama dengan Allah. Di bawah bayang-bayang maut, ini yang membuat orang percaya mampu melihat melampaui absurditas kehidupan, kepada cahaya wajah Allah yang penuh kasih karunia. Pengharapan ini lahir semata-mata karena Anak Allah yang penuh kasih itu telah melalui jalan setapak maut dan menang! Jika kita harus melewatinya, Ia pasti melangkah bersama kita dan kita pun menang. Di minggu-minggu sengsara ini, kita diajak bukan hanya untuk merenungkan betapa kelamnya dosa dan gelapnya jalan setapak maut itu. Tetapi kita juga di ajak untuk melihat bahwa Lengan Yang Kekal itu selalu menggengam tangan kita, setiap hari di sepanjang jalan menuju kekekalan. Ini adalah pengharapan tiap orang percaya.
Pengharapan yang demikian membuat kita dapat menguasai diri dan menjadi tenang, sehingga hati dan pikiran kita dapat kita arahkan kepada Allah dalam doa. Tenaga dan kreativitas kita juga tidak habis, tetapi dapat terus mengalir dari pikiran yang positif dan hati yang jernih. Tuhan memberkati! (yj)