Petrus Mempertanggungjawabkan Baptisan Kornelius Di Yerusalem
by GPBB ·
Petrus Mempertanggungjawabkan Baptisan Kornelius Di Yerusalem (Kisah Para Rasul 11:1- 18)
26 Juli 2020
Kisah Para Rasul 10:1-8 menyatakan Kornelius sebagai perwira pasukan Italia (ayat 1), ia saleh dan seisi rumahnya takut akan Allah (ayat 2a), ia memberikan sedekah kepada umat Yahudi (ayat 2b), senantiasa berdoa kepada Allah. Kornelius bahkan menerima penglihatan dari Allah untuk mengundang dan menerima Simon Petrus di rumahnya (ayat 3-8), serta dia dan seisi rumahnya menerima Roh Kudus dan telah dibaptiskan dalam nama Yesus. Kornelius adalah orang yang berkenan di hadapan Tuhan.
Yang menjadi pertanyaan di dalam Kis 11:2-3 adalah mengapa orang-orang dari golongan bersunat masih mempermasalahkan Petrus masuk ke rumah-rumah orang tak bersunat dan makan bersama-sama mereka? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu balik kembali ke Kitab Perjanjian Lama. Keinginan Allah yang pertama kali melalui Abraham bukanlah agar ia menjadi ekslusif. Tuhan ingin Abraham menjadi saluran berkat bukan hanya bagi Israel, tetapi bagi seluruh bangsa (Kej. 12:1-3). Allah memberikan hukum-hukumNya kepada Israel bukan agar mereka hidup dalam beban tetapi agar mengerti taat kepada Allah melalui kasih. Itulah sebabnya jantung dari seluruh hukum Allah ialah, "Dengarlah, hai Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu."
Hukum-hukum ini menjaga Israel untuk tidak hidup sama seperti bangsa-bangsa sekitar yang tidak menyembah Allah Yahweh. Seiring berjalannya waktu, Israel hidup menyimpang dari Allah, Allah akhirnya membawa mereka ke dalam pembuangan di Babel untuk mendidik mereka. Namun Allah memulihkan mereka kembali melalui kepemimpinan Nehemia dan Ezra. Bercermin dari masa hidup pahit dalam pembuangan, Israel menjadi sangat ketat (eksklusif) menerapkan hukum-hukum Allah. Sedemikian ketatnya dan rinci, sampai-sampai sikap mereka terhadap hukum-hukum Allah berubah menjadi ekslusivitas. Bukan hanya tidak bergaul, tetapi orang Yahudi umumnya memiliki sikap superioritas secara spiritual (lebih kudus, lebih diterima Tuhan, dsb) dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Sikap inilah yang Tuhan Yesus tegur dan kembalikan kepada isi hati Allah sejak awal: hati Allah yang penuh kasih, bukan hanya bagi Israel dan Yahudi, tetapi bagi semua bangsa yang percaya kepada-Nya (Galatia 3:28-29). Ketika Petrus menjelaskan, inilah yang tidak dipahami oleh murid-murid yang berdebat dengan Petrus. Setelah mendengarkan penjelasan kesaksian Petrus, mereka akhirnya dapat mengerti.
Hati Allah Yang Penuh Kasih : bahwa “Allah tidak membeda-bedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya.” (Kis.10:34-35). Bahwa “kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup.” (Kis.11:18). Bagaimana dengan hati kita? Tuhan mau kita memiliki hati yang mengasihi melintasi tembok-tembok gereja: melayani di ladang misi, penuh waktu; mengadopsi/mendukung pelayanan tertentu dalam dana dan doa, membuka rumah bagi pelayan misi; bersaksi secara langsung atau melalui medsos; mengunjungi sesama yang membutuhkan secara berkala; terlibat dalam aksi kasih sosial (mis., donor darah, dsb); tidak eksklusif dan membeda-bedakan, melainkan aktif membagikan kasih Allah yang merangkul sesama.
(Pr. Yudi Jatmiko, M.Th)