PIKIRKAN APA YANG BAIK
by GPBB ·
“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” (Fil. 4:8).
Demikian nasihat Paulus untuk para pemimpin jemaat Filipi. Walau sudah berselang 2000 tahun lebih sejak nasihat ini ditulis, kebenarannya tetap relevan sampai sekarang.
Tidak sedikit relasi yang retak semata-mata karena pikiran yang buruk, kecurigaan, kumpulan dari asumsi-asumsi negatif yang memuncak pada sikap menghakimi sesama. Hal ini dapat ditemui di rumah dalam komunikasi suami-istri, orang tua-anak, di kantor dalam relasi antar kolega, di gereja dalam relasi sesama rekan pelayan dan pemimpin gereja, bahkan di masyarakat dalam interaksi antar partai dan golongan yang berbeda. Percekcokan pasangan terjadi bukan semata-mata karena ada pihak ketiga, tetapi karena kecurigaan yang berujung pada sikap menghakimi dan akhirnya muncul dalam pemilihan kata-kata dan nada bicara yang menyerang dan menghakimi. Dalam kondisi yang demikian, biasanya akal sehat tidak lagi berperan, fakta diabaikan.
Ini juga yang terjadi dalam jemaat Filipi. Pertentangan dua pemimpin wanita yang sangat berpengaruh, Euodia dan Sintikhe. Paulus mengingatkan mereka untuk sehati sepikir di dalam Kristus sehingga damai sejahtera Kristus yang melampaui akal menguasai hati dan pikiran mereka di tengah berbagai kekuatiran (Filipi 4:2-7). Akhirnya, Paulus mendorong mereka (dan juga kita) untuk memikirkan apa yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap di dengar, yang disebut kebajikan dan patut dipuji. Paulus meminta mereka meneladani hidupnya.
Masih dalam masa awal tahun 2023. Dengan apa kita mengawali tahun baru ini? Apakah masih dengan pikiran negatif, kecurigaan, sikap menghakimi, persaingan yang tidak sehat dan menjatuhkan? Tidak! Tuhan mau kita belajar dari jemaat Filipi. Kita ingin mengawali dan mengisi sepanjang tahun ini dengan menyimpan apa yang baik di dalam pikiran kita. Ini berbeda dengan ‘positive thinking’ atau pun ‘toxic positivity’. Positive thinking berpusat pada kemampuan diri untuk menyelesaikan segala perkara dalam hidup; sementara toxic positivity mengabaikan realitas negatif dalam hidup sehingga diri gagal mengolah kehidupan dan menjadi dewasa secara pribadi. Nasihat Paulus dalam memikirkan apa yang baik ialah berpusat pada apa yang berkenan kepada Allah, bukan pada kesenangan hati atau nafsu diri sendiri. Dengan demikian Allah dan firman-Nya harus menjadi pusat bukan hanya dari kegiatan saat teduh atau meditasi kita, tetapi dalam seluruh kegiatan mental dan pikiran kita.
Ketika kita memikirkan tentang seseorang, entah itu pasangan, kolega, rekan pelayanan, sahabat, dan lain-lain, kita perlu memeriksa diri: apakah yang saya pikirkan adalah hal yang baik? Apakah yang saya pikirkan berkenan kepada Allah? Apakah yang saya pikirkan membangun diri saya dan orang itu? Apakah kesimpulan dan kata-kata saya membuat orang lain terbangun? Apakah sikap saya membawa orang makin dekat kepada Tuhan? Apakah pikiran saya jika diucapkan akan sedap didengar? Apakah yang saya pikirkan ini tentang orang itu patut dipuji?
Jika Anda mengisi pikiran Anda dengan hal negatif, Anda akan menuai kehidupan yang berat dan kekuatiran yang tidak perlu. Masa depan yang baik terlihat suram, pasangan yang setia akan mudah dicurigai, rekan yang berkualitas dan membangun akan mudah dihakimi, orang baik akan perlahan meninggalkan Anda.
Sebaliknya, jika Anda mengisi pikiran Anda setiap hari dengan hal yang baik dari firman Tuhan dan menaburnya sepanjang tahun 2023 ke depan, niscaya Anda akan menuai buah kebenaran dan kebaikan sepanjang tahun, bukan hanya untuk Anda, tetapi juga untuk setiap orang yang Tuhan izinkan hadir dalam hidup Anda. Selamat memikirkan apa yang baik (yj).
Image edited by IY