SALING MENGHORMATI
Kalau aku orang dermawan karena ayahku yang mengajarkan.
Kalau aku jadi orang toleran, itu karena ayahku yang menjadi panutan.
Kalau aku jadi orang beriman, itu karena ayahku yang menjadi imam.
Kalau aku jadi orang rendah hati, itu karena ayahku yang menginspirasi,
Kalau aku jadi orang cinta kasih, itu karena ayahku memberi tanpa pamrih.
Kalau aku bikin puisi ini karena ayahku yang rendah hati.
(Inayah Wulandari Wahid, putri keempat Gus Dur)
(Sebuah puisi indah yang dibacakan pada acara peringatan seminggu wafatnya Gus Dur dan dibacakan kembali di Surabaya pada peringatan satu tahun kepergian presiden RI ke 4 itu.)
Presiden Indonesia ke 4 Bpk. Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur adalah sosok manusia langka dan unik. Ia selalu melihat manusia sebagai pribadi yang harus dihormati betapapun berbeda suku, agama, ras dan golongannya. Keragaman itu indah dan anugerah dan bukan alat saling menghancurkan. Puisi di atas adalah pembuktian sosok Gus Dur yang langka dan unik.
Saya pikir kunci hidup di abad 21 sekaligus salah satu kunci bersaksi bagi Kristus adalah hidup bersaudara, saling menghormati apapun suku, agama, ras dan golongannya. Kita tahu abad 21 membawa banyak sekali perubahan dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak hanya dalam urusan barang dan jasa, namun diwarnai dengan semakin lancarnya tukar menukar informasi. Garis batas antar negara seakan hilang akibat teknologi informasi. “The World is Flat” ujar Thomas Friedman, yang artinya “Dunia yang rata”. Jelas dunia memang bundar namun dalam bepikir dan bertindak, manusia tidak lagi bisa dibatasi oleh batasan fisik yang ada. Akses informasi dan komunikasi yang luas, mudah dan relatif murah mengantar manusia ke dalam dunia baru. Suatu dunia dimana gagasan, ideologi dan ilmu bisa dialih tukarkan antar sesama dengan cepat dan akurat. Bisakah kita semua mendapat manfaat dari kemajuan ini? Siapkah kita berhadapan dengan ribuan ideologi, gagasan dan tantangan dari beragam sumber, namun tetap bisa arif dan tidak kehilangan filter diri sehingga tidak mudah terombang ambing dalam berbagai ajaran dan ideology manusia dan bertahan dalam keragaman (Amsal 10:30; Efesus 4:14)? Keragaman adalah karunia Tuhan yang luar biasa dan karena itu harus disikapi positif disertai kejelian dan kematangan berpikir. Dengan kata lain, derasnya arus perubahan, memerlukan perubahan pola pikir kita semua. Contoh sederhana, kalau dulu kita hanya mengenal hitam dan putih, sekarang hadir ratusan warna warni baru yang membuat kita jadi buta warna. Anda boleh saja menyukai merah atau hijau. Persoalannya adalah apakah kita siap menerima kenyataan bahwa ada orang lain yang menyukai biru atau hitam dll. Ada orang lain yang memiliki kepercayaan serta ragam budaya kehidupan yang juga berbeda? Tanpa pemahaman keragaman yang tepat dan dilengkapi pengertian iman yang baik, keragaman bisa memunculkan sikap ekstrim dan memandang orang lain yang berbeda sebagai yang harus dimusuhi. Keragaman dan toleransi adalah indah untuk didiskusikan, namun tidak mudah untuk dipraktekkan, tetapi, tidak berarti tidak bisa dipraktekkan. Menghargai orang lain dengan keragaman adalah langkah arif, nyata dan tepat. Bukankah Tuhan Yesus ajarkan kita supaya “Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja.” (1 Petrus 2:17) Gus Dur sering membela kita, dia hanya ingin mencontohkan hidup saling menghormati, maka kita juga harus saling menghormati dengan mereka yang berbeda dengan kita. Selamat saling menghormati. (J.Th)