SELAMAT DATANG NATAL
“…dan mereka akan menamakan DIA Imanuel – yang berarti: Allah menyertai kita”
(Matius 1:23)
Kisah Natal diambil dari Injil Matius 1:18-2:12 dan Injil Lukas 1:26-56. Kata Christmas masuk ke dalam bahasa Inggris sekitar tahun 1050, sebagai frase bahasa Inggris kuno Christes maesse yang berarti perayaan bagi Kristus. Para sarjana meyakini istilah Christmas yang dipersingkat dan seringkali dipakai yaitu X`mas mungkin mulai dipakai pada abad ke 13. huruf X itu mewakili huruf bahasa Yunani “CHI”, suatu singkatan bagi Khristos.
Natal sama artinya dengan perayaan bagi Kristus. Pertanyaannya adalah apanya yang dirayakan? Sebenarnya bukan kelahiranNya yang dirayakan tetapi kehadiranNya di dunia untuk menebus dosa manusia dan untuk membawa pendamaian antara manusia dan Allah. Ribuan tahun lamanya umat manusia menantikan kegenapan nubuatan para nabi tentang kehadiran sang Juruselamat umat manusia dari dosa (Mikha 5)
Injil Matius mencatat bahwa Natal adalah Allah Imanuel, Allah yang selalu hadir menyertai manusia. Penekanannya adalah pada Allah yang hadir bukan Allah yang lahir. Jika kelahiranNya kita rayakan, itu artinya hanya sekali setiap tahun, sama seperti hari ulang tahun (HUT) manusia pada umumnya. Tetapi, jika kehadiranNya kita rayakan, itu sama artinya kita selalu rayakan Kristus setiap detik, menit, jam dan setiap hari bukan setahun sekali. Sebab, Ia selalu hadir di dalam hidup kita. Nah… dengan demikian titik fokus Natal adalah pada perayaan kehadiran Yesus Sang Immanuel bukan pada kelahiran Yesus Sang Immanuel.
Perayaan kelahiran manusia sering dilakukan dengan selebrasi dan sensasi tetapi perayaan kehadiran Yesus dilakukan dengan kontemplasi dan meditasi, merenung bagaimana kehidupan kita selama ini, semakin benar atau semakin rusak? Aspek perayaan kelahiran selalu menekankan sisi sensasional, eforia, bahkan glamorisme. Tetapi aspek perayaan kehadiran menekankan sisi spiritualitas. Jika Natal cuma fokus pada perayaan kelahiran Yesus maka sudah pasti Natal tidak berdampak apa apa bagi mereka yang non Kristen. Tetapi, jika Natal terfokus pada perayaan kehadiranNya maka perayaan Natal tidak perlu pesta, kemeriahan, dekorasi, atau souvenir, cukup hanya sebuah lilin yang membawa kita kepada kontemplasi dan meditasi, kita terdiam untuk koreksi diri apakah kita telah menjadi manusia Kristiani berkarakter Kristus.
Jemaat hendaknya tersadarkan bahwa fokus Natal adalah merayakan kehadiranNya, bukan kelahiranNya. Dengan merayakan kehadiranNya, kita semua akan selalu diingatkan setiap hari bahwa Ia selalu hadir dan Ia ada di dalam hidup kita. Kesadaran ini akan selalu mengingatkan kita untuk berhati-hati dan waspada agar tidak terjatuh ke dalam dosa. Mari setiap hari –bukan setahun sekali- kita rayakan Natal, kita rayakan kehadiranNya.
Jika kita masih diberi kesempatan menyambut Natal, marilah kita tekankan sisi kerohaniannya. Tidak apa-apa tidak meriah asalkan dapat menyatakan terang kita sebagai anak-anak kebenaran. Terang kita menerangi dunia bukan terang dunia menerangi kita. Selamat datang Natal. (j.th)