SOLIDARITAS
by GPBB ·
SOLIDARITAS
“Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” (Gal 6:2)
Ruth Ogden, seorang peneliti dari Fakultas Psikologi Universitas John Moores Liverpool, baru-baru ini merilis hasil studinya mengenai persepsi terhadap waktu sepanjang periode lockdown di Britania Raya. Hasilnya menunjukkan bahwa lebih dari 80% responden merasakan waktu berjalan lebih lambat dari biasanya selama periode lockdown ketimbang di masa normal. Perasaan ini juga terkait dengan meningkatnya stres, berkurangnya hal yang dikerjakan dan berkurangnya kepuasan terhadap tingkat interaksi sosial selama periode lockdown. Responden yang lebih tua secara umum akan mengalami distorsi waktu yang lebih akut ketimbang responden yang lebih muda. Studi ini menunjukkan bahwa perubahan signifikan dalam rutinitas sehari-hari kita memiliki dampak yang signifikan kepada persepsi kita mengenai waktu.
Studi ini juga konsisten dengan studi-studi lainnya yang menunjukkan perburukan kesehatan jiwa masyarakat dalam periode lockdown. Thailand, misalnya, mengestimasi bahwa akan ada tambahan 2.000 orang yang bunuh diri sepanjang tahun ini. Singapura sendiri memiliki National Care Hotline (1800-202-6868) untuk memberikan dukungan kesehatan jiwa sepanjang masa pandemi ini, yang diperlengkapi dengan 770 psikolog, konselor dan pekerja sosial. Hotline ini siap sedia 24 jam/hari untuk melayani keluhan stres, depresi dan masalah-masalah kesehatan jiwa lainnya dan telah melayani 23 ribu konsultasi per 6 Juli. Kekerasan rumah tangga juga meningkat sepanjang periode circuit breaker, dimana layanan perlindungan anak dan orang dewasa mengalami kenaikan jumlah penyelidikan sebanyak 7% sepanjang bulan April & Mei.
Apa yang dibutuhkan untuk mengendalikan wabah ini, pembatasan interaksi sosial secara fisik, memang berlawanan dengan natur kita sebagai makhluk sosial dengan darah dan daging. Wajar jika kita merasa kesehatan jiwa kita memburuk selama pandemi ini. Belum lagi kenyataan bahwa pandemi ini bukanlah lari sprint melainkan sebuah maraton. Kita mesti memiliki perspektif yang tepat bahwa kita masih berada di awal pandemi ini. Karena itu, mari kita menjaga dan memperhatikan satu sama lain lebih erat lagi di tengah segala keterbatasan interaksi fisik saat ini. Solidaritas kita dengan sesama kita sungguh diuji selama pandemi ini, dan kita hanya bisa melaluinya bersama-sama. “If you want to go fast, go alone. If you want to go far, go together.” (SH)