Tangan yang Bersilang
Ketika Yakub sudah tua, matanya telah kabur dan tidak dapat melihat lagi, Yusuf membawa kedua anaknya, Efraim dan Manasye, supaya mereka dapat diberkati oleh Yakub (Kej 48:10). Hal ini mengingatkan kita akan salah satu episode sebelumnya di dalam kehidupan Yakub, yaitu ketika “Ishak sudah tua, dan matanya telah kabur, sehingga ia tidak dapat melihat lagi” (Kej 27:1), dimana ia memanggil Esau supaya ia dapat memberkatinya, sebelum ia ditipu Ribka dan Yakub sehingga malah Yakub yang mendapatkan berkat tersebut.
Serupa dengan kisah tersebut, kisah Yakub dengan kedua anak Yusuf ini juga menyimpan kejutannya tersendiri bagi kita semua. Alih-alih memberkati Manasye sebagai yang sulung dan Efraim sebagai yang bungsu sebagaimana yang semestinya saat itu, Yakub malah menyilangkan tangannya sehingga Efraim mendapatkan berkat yang sulung dan Manasye yang bungsu. Yusuf, yang melihat hal ini, mencoba untuk membetulkan tangan Yakub. Katanya, “Janganlah demikian, ayahku, sebab inilah yang sulung, letakkanlah tangan kananmu ke atas kepalanya.” (Kej 48:18) Namun Yakub menegur Yusuf dan berkata bahwa ia tahu apa yang ia lakukan. Demikianlah “didahulukannya Efraim dari pada Manasye.” (Kej 48:20)
Kisah Yakub yang menyilangkan berkatnya ini dapat mengingatkan kepada kita bahwa seringkali Allah juga dapat bekerja berbeda dari apa yang kita bayangkan. Terkadang mungkin kita tergoda untuk bersikap seperti Yusuf, yang mencoba untuk membetulkan tangan Yakub begitu kita melihat bahwa apa yang sedang kita hadapi ini tidak sesuai dengan apa yang biasanya kita temui sebelumnya. Namun, marilah kita tidak membatasi bagaimana Allah berkarya di dalam hidup kita. Ia dapat membukakan jalan-jalan baru yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Hidup kita, sama seperti Yakub, tidak mesti berupa jalan yang lurus, namun juga dapat menyimpan kejutan demi kejutan yang tak terduga. Ketika Yakub memberkati Efraim dan Manasye, ia bersaksi bahwa Allah adalah “Allah yang telah menjadi gembalaku selama hidupku sampai sekarang.” (Kej 48:15) Perjalanan hidup kita bisa lurus, bisa juga berliku-liku, namun Yakub menyadari bahwa yang terpenting pada akhirnya adalah Allah akan menuntun kita di dalam mengarungi semuanya itu. Karena itu, marilah kita terus membuka diri kita supaya kita senantiasa turut serta di dalam jalan Allah bagi diri kita, keluarga kita, dan gereja kita. (SH)