Tugas Penginjilan kepada Sesama yang beda kepercayaan
by ADMIN · Published · Updated
Pertanyaan:
Bagaimana kita menyikapi "tugas penginjilan" kepada sesama yang kepercayaannya sudah melekat erat di keluarganya sejak lama?
Jawaban:
Billy Graham dalam "A Biblical Standard for Evangelists." (disampaikan pada International Conference for Evangelist, Amsterdam, 1983) mengatakan bahwa:
Penginjil adalah orang yang diberi karunia khusus dari Roh Kudus untuk memberitakan Kabar Baik. Metode-metode yang dipakai dapat berbeda-beda. Hal itu bergantung pada kesempatan dan panggilan yang dimiliki setiap penginjil.
Memberitakan Injil berarti “memberitakan kabar baik.” Kata "pemberita Injil" dalam bahasa Yunani berarti "seseorang yang memberitakan kabar baik". (muncul lebih dari lima puluh kali di PB).
Setiap pengabar injil harus dilengkapi dengan kebijaksanaan, tidak sembarang memberitakan yang akhirnya sering malah menjadi batu sandungan bukannya berkat.
Filipi 4:11-12, “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus,”
Penginjilan lebih daripada sekadar metode; penginjilan adalah sebuah BERITA. Berita tentang kasih Allah, tentang dosa manusia, tentang kematian Kristus, tentang penguburan-Nya, dan kebangkitan-Nya. Penginjilan adalah berita tentang pengampunan dosa dari Allah.
Dalam memberitakan Injil, kita menyadari pentingnya memanggil semua orang supaya mereka mengambil keputusan untuk mengikut Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat mereka; kita harus melakukan dengan kasih, tanpa memaksa atau membujuk (standard ke 6)
Sekarang Bagaimana menyikapi "tugas penginjilan" kepada sesama yang kepercayaannya sudah melekat erat di keluarganya sejak lama?
- Prinsip pertama adalah setiap manusia memerlukan Injil, kabar baik keselamatan dalam Kristus tanpa terkecuali. Roma 3:23, “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,” Semua perlu Kristus? Mengapa? Karena Kristulah satu satunya jalan keselamatan (Yohanes 14:6)
- Prinsip kedua: Kekristenan tidak bertentangan dengan budaya pada umumnya asalkan tidak bertentangan dengan firman TUHAN. Yesus juga hormat kepada budaya: Hormat orangtua, disunat pada usia 8 hari, menguduskan hari sabat dll. Dengan demikian seorang yang percaya Kristus tidak harus melepaskan semua budayanya yang sudah melekat kuat. Orang Kristen Indonesia tetaplah menjadi indonesia bukan Yahudi.
- Prinsip ketiga: setelah percaya Kristus perlahan lahan seseorang harus melepaskan kepercayaan lamanya. Menjadi Kristen artinya menjadi ciptaan baru, yang lama, artinya kepercayaan lama, tabiat lama, telah berlalu dan menjadi manusia baru. (2 Kor 5:17)
- Prinsip keempat: Kristus tidak menggantikan kepercayaan lama tetapi memperbarui dan memberikan makna yang lebih tepat. Matius 5:17, “Jangan berpikir bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya.”
Penginjilan tidaklah mencabut seseorang dari akar budaya dan kepercayaannya tetapi menyempurnakan dan memberi arah yang lebih tepat. Seseorang sebelum percaya Kristus memiliki hormat dan relasi dengan leluhur maka Kristus juga memberi ajaran yang sama. Hormatilah ayah dan ibumu waktu hidup atau mati, terlebih lagi ketika masih hidup. Matius 1 sudah berbicara tentang silsilah, artinya jangan lupakan silsilah dan akar nenek moyang kita.
Etika, Moral dan Sosial tetap diperhatikan. Penginjilan bukan pertama-tama menghina, merendahkan kepercaan lain, apalagi mengutuk tetapi melengkapi. Kristus menggenapi agama dan kepercayaan dunia. Satu contoh di Yohanes 5 ketika Yesus berjumpa dengan perempuan Samaria, Ia tidak mengutuk agama Samaria, Ia menggenapi.
Kesimpulan:
Beritakan kabar baik kepada semua orang. Jangan frontal, menghina, merendahkan, tidak dengan cara2 amoral, tidak beretika dll. Tetapi dengan cara santun, hormat dll
Seorang yang baru Kristen tidak berarti harus mencabut dia dari akar kepercayaan sebelumnya tetapi beritakan bahwa Kristuslah kegenapan dari akar kepercayaannya itu. Dalam Kristus hormati keluarga dll. Dengan cara itulah kita bisa memenangkan keluarganya juga.
Question:
How should we approach the "task of evangelism" toward those whose faith has been deeply rooted in their family for a long time?
Answer:
Billy Graham, in A Biblical Standard for Evangelists (delivered at the International Conference for Evangelists, Amsterdam, 1983), stated that:
-
An evangelist is someone specially gifted by the Holy Spirit to proclaim the Good News. The methods used may vary depending on the opportunities and calling of each evangelist.
-
Evangelism means “proclaiming the good news.” The Greek word for "evangelist" means "someone who brings good news" (appearing more than fifty times in the New Testament).
-
Every evangelist must be equipped with wisdom, not carelessly preaching in a way that becomes a stumbling block rather than a blessing.
-
Ephesians 4:11-12 says, “And He Himself gave some to be apostles, some prophets, some evangelists, and some pastors and teachers, for the equipping of the saints for the work of ministry, for the edifying of the body of Christ.”
Evangelism is more than just a method; evangelism is a MESSAGE. It is the message of God's love, human sin, Christ's death, His burial, and resurrection. Evangelism is the message of God's forgiveness of sins.
When sharing the Gospel, we recognize the importance of calling everyone to make a decision to follow Jesus as their Lord and Savior; we must do this with love, without force or coercion (Standard 6).
Now, how do we approach the "task of evangelism" toward those whose faith has been deeply rooted in their family for a long time?
-
First Principle: Every human being needs the Gospel—the good news of salvation in Christ—without exception. Romans 3:23 says, “For all have sinned and fall short of the glory of God.” Does everyone need Christ? Why? Because Christ is the only way to salvation (John 14:6).
-
Second Principle: Christianity does not oppose culture in general, as long as it does not contradict God's Word. Jesus Himself respected cultural practices—He honored His parents, was circumcised at eight days old, observed the Sabbath, etc. Thus, a person who believes in Christ does not necessarily have to abandon all aspects of their cultural heritage. An Indonesian Christian remains Indonesian, not Jewish.
-
Third Principle: After believing in Christ, a person should gradually let go of their old beliefs. Becoming a Christian means becoming a new creation; the old beliefs, habits, and nature must pass away, and they become a new person (2 Corinthians 5:17).
-
Fourth Principle: Christ does not simply replace old beliefs but renews and gives them a more proper meaning. Matthew 5:17 states, “Do not think that I came to destroy the Law or the Prophets. I did not come to destroy but to fulfill.” Evangelism does not uproot someone from their cultural and religious background but perfects and gives it a clearer direction.
-
Before believing in Christ, someone may have had respect and a relationship with their ancestors. Christ also teaches the same value—to honor father and mother, whether alive or deceased, especially while they are still living.
-
Matthew 1 speaks about genealogy, emphasizing the importance of remembering one’s lineage and heritage.
-
Ethics, morality, and social values must be upheld. Evangelism is not about insulting, belittling, or condemning other faiths, but about completing and fulfilling them. Christ fulfills the world's religions and beliefs. A great example is in John 4 when Jesus met the Samaritan woman—He did not condemn the Samaritan religion but fulfilled it.
Conclusion:
Proclaim the Good News to all people. Do not be confrontational, insulting, or unethical. Instead, share it with gentleness, respect, and humility.
A new Christian should not be forcefully removed from their previous belief system but should be shown that Christ is the fulfillment of their spiritual search. Through Christ, they can continue honoring their family and heritage. This approach will also help bring their family to Christ.
Blessings,
J. Theo