VIRUS KORONA (2019-nCoV)
Corona Virus atau yang WHO labelkan dengan kode 2019-nCoV adalah salah satu jenis virus korona yang dapat menyebabkan infeksi pernafasan. Awalnya, ProMED International Society for Infectious Diseases melansir laporan pada 30 Desember 2019 tentang “Pemberitahuan mendesak tentang pengobatan pneumonia dengan penyebab yang tidak diketahui” yang dikeluarkan oleh Administrasi Medis Komite Kesehatan Kota Wuhan. Sebagian orang tidak menggubris hal ini dan mengatakan “Ah, flu biasa saja. Jangan digembar-gemborkan!” Namun penelitian medis menunjukkan sedikitnya 70% urutan genom 2019-nCoV sama seperti SARS-CoV. Dan benar saja, hanya dalam waktu 1 bulan (30 Jan), virus ini menuntut korban jiwa 170 orang dengan kasus 7728 jiwa di Wuhan. Ini belum termasuk 19 negara lain yang terdampak penyebaran virus. Dan ini tampaknya bukan angka terakhir dari jumlah korban. Pasalnya, tenaga medis dan ahli masih mengusahakan antivirus yang tepat untuk jenis virus ini. Pandemik ini bukan hanya masalah kesehatan dan keselamatan jiwa, tetapi juga mempengaruhi perekonomian global (harga saham Asia yang terdampak, dsb) dan transportasi antarnegara (banyak negara yang memberlakukan larangan penerbangan ke Wuhan dan ke seluruh Cina terkait penyebaran virus ini). 2019-nCoV telah menyebabkan keresahan dan kepanikan global. Paling tidak, ini terlihat dari betapa sulitnya mendapatkan masker dan hand sanitizer di toko-toko kesehatan di Singapura.
Ketika mengikuti perkembangan penyebaran virus korona ini, saya sedang membaca Homo Deus, tulisan Yuval Noah Harari. Beliau adalah seorang Profesor Israel ateis dan ahli sejarah yang terkemuka. Menurut Harari, dari tiga hal yang Homo Sapiens (baca: manusia) telah berhasil taklukkan, salah satunya ialah penyakit. Harari optimis bahwa kemajuan teknologi akan dapat mengeradikasi segala jenis penyakit karena menurutnya, ilmu pengetahuan bergerak lebih cepat daripada penyebaran virus. Karena itu, Harari berpendapat, “and having raised humanity above the beastly level of survival struggles, we will now aim to upgrade humans into gods, and turn Homo sapiens into Homo deus.”[1] Tugas umat manusia saat ini ialah membawa para Homo Sapiens ini menjadi Homo Deus yaitu manusia ilahi dengan segala kapasitas unggulnya. Salah satunya ialah meniadakan kematian. Harari mengakui bahwa saat ini, manusia hanya mampu menggandakan rentang usianya menjadi sekitar 160 tahun. Tetapi tujuan akhir dari kemanusiaan, menurut Harari, ialah imortalitas.
Tentu saja pandangan Harari bertolakbelakang dengan Alkitab. Sekalipun keduanya merindukan hal yang sama: imortalitas, Alkitab mengajarkan bahwa manusia hanya akan mendapatkannya di dalam dan bersama Tuhan karena Ia adalah Pencipta. Sebaliknya, Harari mengajarkan bahwa manusia mampu mencapainya tanpa Tuhan.
Menarik untuk merenungkan betapa salah satu raksasa ekonomi dunia yang berani berdiri tegak di hadapan lawan adidayanya dalam panggung dunia, jadi kewalahan ketika berhadapan dengan flu (yang mematikan). Betapa mulia dan agung nilai Homo sapiens di mata Tuhan, namun sekejap saja ia lenyap bagaikan rumput (Mzm.103:15-16). Tetapi ini yang menjadi penghiburan umat-Nya: “Tetapi kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia” (ay.17). Kiranya problema 2019-nCoV menolong kita bercermin untuk tetap mawas diri yang terbaik, tetapi tetap rendah hati (yj).
[1]Yuval Noah Harari, Homo Deus: A Brief History of Tomorrow (New York: HarperCollins, 2017), 20-21.