Was David’s war against other nations around Israel not based on his faith? How was this aggression different with Saul’s?
by ADMIN · Published · Updated
Q) Was David’s war against other nations around Israel not based on his faith? How was this aggression different with Saul’s?
A) Tidak disebutkan dalam pertanyaan apakah Saul yang dimaksud adalah Saul dalam Perjanjian Lama atau Saul sebagai Saulus dalam Perjanjian Baru. Karena itu, saya berikan dua versi jawaban di bawah ini. Perbedaan antara perang yang Daud lakukan dengan yang Saul lakukan terletak pada sikap mereka terhadap perintah Tuhan. Kehidupan Daud tidak didorong oleh keinginan untuk menjadi raja dan ambisi menguasai. Ia hanyalah seorang penggembala kambing domba yang hatinya dekat dengan Tuhan (1Sam.16:11). Ia dipilih oleh Tuhan (12-13). Dalam peperangan, Daud selalu bertanya lebih dahulu kepada Tuhan (mis. 1Sam.23:2 dsb). Berbeda dengan Daud, Saul adalah pribadi yang ambisius. Ia tidak rela takhtanya berpindah kepada Daud yang diurapi Tuhan. Ia bahkan mengejar Daud untuk membunuhnya. Dalam peperangan, Saul lebih mengandalkan kemampuannya dan ia tidak taat kepada perintah Tuhan (mis. 1Sam.13:8-14 dsb). Itu sebabnya, Tuhan berkenan kepada Daud dan menolak Saul.
Jika Saul yang dimaksud dalam pertanyaan ini adalah Saulus maka jawaban saya adalah demikian. Menurut pengakuannya sendiri, agresi Saulus dilakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman (1Tim.1:13), sementara tindakan perang Daud saya uraikan pada bagian di bawah ini.
How is David’s aggression different from today’s aggression in the name of religion? When the only difference was one was done in the name of our God and the other was not?
Perang yang Daud lakukan berbeda dengan berbagai perang yang dilakukan di luar catatan Alkitab karena beberapa hal: pertama, perang yang Daud lakukan adalah lahir dari persetujuan yang Tuhan berikan di dalam catatan sejarah Alkitab (misalnya dalam 1-2 Samuel), namun Alkitab tidak pernah menjustifikasi secara tertulis berbagai perang yang lain pada masa kini sekalipun yang dilakukan atas nama Tuhan; kedua, perang yang Daud lakukan didasari bukan karena ambisi untuk menghancurkan, tetapi karena ketaatan kepada perintah Tuhan untuk memulihkan milik pusaka Israel. Perang Daud bersifat spesifik dan historis hanya untuk pusaka Israel pada waktu itu, sementara perang pada masa kini memiliki berbagai motif: mempertahankan wilayah kenegaraan, ekspansi militer, propaganda politik, kudeta, dsb.
Jika saya boleh mendorong sedikit lebih jauh, mungkin pertanyaan yang perlu diajukan ialah jika demikian mengapa Allah mengizinkan agresi Israel terhadap Kanaan dan sekitarnya? Tidakkah itu bentuk ‘violence in the name of God’? Saya akan bahas di bawah ini.
Menurut teks Perjanjian Lama, kita mendapati bahwa Kanaan, yang disebut sebagai tanah Perjanjian sebenarnya adalah milik Abraham sejak awal. Allah sendiri yang membuat perjanjian dengan Abraham dan memberikan seluruh tanah Kanaan itu kepadanya dan keturunannya (Kej.17:8). Apakah hal ini ditempuh dengan agresi militer? Tidak! Abraham memperoleh tanah itu dengan baik-baik, yaitu dengan membelinya. Dalam narasi Kejadian 23 dikisahkan bagaimana Abraham membeli gua Makhpela dari bani Het untuk menguburkan Sara. Dalam studi kebudayaan dan naskah Timur Dekat Kuno, tindakan membeli gua atau tanah ialah tindakan kepemilikan lahan atau teritori tersebut sebagai simbol. Dengan kata lain, sang pemilik bermaksud tinggal secara permanen di tanah itu. Dengan kata lain, seluruh tanah Kanaan telah menjadi milik Abraham seperti yang Tuhan janjikan pada waktu itu.
Hal yang sama juga terjadi dengan Yakub dalam Kejadian 33 ketika ia membeli tanah di Sikhem, Kanaan. Dengan sendirinya, Yakub sebagai keturunan Abraham membeli kembali apa yang sebenarnya sudah menjadi miliknya dan keturunannya. Jika demikian, mengapa tanah Kanaan malah diduduki oleh suku-suku dan bangsa-bangsa lain yang bukan Israel? Jawabannya ialah karena bangsa-bangsa ini mengambil atau merampas apa yang sebenarnya secara legal adalah milik Abraham dan keturunannya. Dengan kata lain, orang-orang Kanaan dapat disebut sebagai trespassers. Mereka mengambil dan menduduki apa yang sebenarnya secara legal adalah milik Abraham dan keturunannya, yaitu Israel.
Kefasikan orang-orang Kanaan tidak berhenti sampai disitu. Imamat 18 mendaftarkan dengan cukup rinci kebiasaan mereka yang menjijikkan di mata Tuhan: incest, adultery, beastiality, ritual prostitution, dan homosexual acts. Ulangan 12:29-31 bahkan menggambarkan bagaimana mereka biasa mempersembahkan anak-anak mereka untuk dibakar. Tidak heran Tuhan dengan tegas memerintahkan Israel untuk “tidak berbuat seperti yang diperbuat orang di tanah Kanaan” (Im.18:3). Yang menjadi pertanyaan ialah apakah Tuhan tidak berbelas kasihan kepada orang-orang Kanaan? Tuhan sangat berbelas kasihan dan bermurah hati kepada mereka. Allah memberikan waktu dari sejak zaman Abraham sampai kepada zaman Yosua, kira-kira lebih dari 400 tahun agar Kanaan berbalik dan bertobat. Tetapi mereka tidak berubah. Inilah yang Allah sebut sebagai “dosa orang Amori (Kanaan) itu belum genap.” (Kej.15:16)
Ketika genap waktunya dan batas pengampunan Allah telah berakhir, Ia mengutus Israel untuk mengambil kembali apa yang memang Ia janjikan untuk Abraham dan keturunannya, yaitu yang secara legal ialah milik mereka, tanah Kanaan, tanah Perjanjian. Tindakan ini ialah tindakan mengembalikan milik pusaka Israel dan hanya diperuntukkan untuk Israel pada masa itu. Apakah tindakan-tindakan perang ini menjustifikasi kekerasan atas nama agama? Jelas tidak! Dalam perjalanan waktu, banyak agama (dan juga orang tak beragama) yang menyalahgunakan kekuasaan untuk menindas sesamanya. Hal ini tidak terkecuali juga dilakukan oleh sebagian orang Kristen. Apakah hal ini adalah pengajaran firman Tuhan? Jelas tidak! Tidakkah Tuhan Yesus sendiri menegaskan, “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat.22:39)?! Jadi dapat disimpulkan bahwa tindakan perang Daud, dan juga Israel di dalam catatan Alkitab ialah bersifat spesifik dan historis, bukan bersifat normatif.
Jika Anda tertarik untuk meneliti lebih mendalam dan rinci tentang hal ini, Anda dapat membaca dua buku yang ditulis oleh Paul Copan, “Did God Really Command Genocide?” dan “Is God a Moral Monster? Making Sense of the Old Testament God.” Tuhan memberkati.(yj)