Injil dan Aksi Sosial: Membangkitkan Pengharapan
Prinsip kedua bermisi berdasarkan Kisah Rasul 27:14-44 yaitu
2. Tujuan Aksi Sosial Kristiani: Membangkitkan Pengharapan buat Hidup Manusia.
Paulus ditengah bencana alam, badai, yang menghantam kapal yang ditumpanginya, tidak mencuri kesempatan penginjilan. Tetapi Paulus menjaga kepekaannya akan situasi yang dihadapi para awak kapal. Paulus tidak memberitakan Injil ditengah kapal yang terombang ambing, lalu pecah, karam dan akhirnya awak terdampar di pulau Malta. Paulus membangkitkan pengharapan para awak kapal bahwa hidup mereka ada di tangan Allah. Kis 27:21-26 merupakan rangkaian penguatan dari Paulus kepada semua awak kapal.
- Ayat 22 ”aku menasihatkan kamu supaya tabah hati”.
- Ayat 23 Paulus tidak malu mengutarakan ”Allah berkata jangan takut…”. Keberadaan Paulus di kapal itulah yang justru menjadi jaminan bahwa para awak kapal tidak akan mati.
- Ayat 25 Paulus menyerukan lagi ”tabahkanlah hatimu”
- Kis 27:33-34, Paulus mengajak semua orang untuk makan dan memberi jaminan bagi para awak kapal ”tidak seorang pun di antara kamu akan kehilangan sehelai pun dari rambut kepalanya”.
- Kis 27:35, Paulus tetap mengucapkan syukur atas makanan.
Lakukan aksi sosial dengan tujuan untuk memberi inspirasi bahwa pengharapan selalu ada ditengah segala macam derita dan kekacauan hidup. Bukankah itu esensi berita Injil?
Paulus tidak membedakan aksi sosial dan misi yang dia kerjakan. Ingat bahwa pada awalnya Paulus rindu untuk pergi ke Roma. Kalau dia adalah seorang kristen yang kekanak2an, dia bisa komplain habis kepada TUHAN. Kenapa? Karena motivasi untuk bermisi di Roma, tapi untuk sampai ke Roma; kok harus dengan cara kapal karam segala? Logis untuk komplain. Tapi itu tidak dilakukan oleh Paulus. Apa Paulus lakukan di kisah ini menunjukkan bahwa pelayanan misi tidaklah sempit hanya penginjilan. Pelayanan misi bukan sekedar mengkhotbahkan tentang Yesus Kristus secara langsung tanpa peduli seperti apa kondisi orang lain. Aksi sosial Kristiani tidak boleh lupa tujuan terpenting ini, yaitu mempertahankan hidup yang berharga, membangkitkan semangat mereka bahwa sesusah apapun tetap ada pengharapan; bahkan menciptakan sesuatu agar mereka melihat bahwa memang ada pengharapan. (Pdt. Budianto Lim)