KEBANGKITAN YESUS: UJIAN KEILAHIANNYA
Di Indonesia setiap musim Ujian Akhir Nasional selalu kisruh, timbul pro dan kontra, perdebatan di sana sini, gonjang ganjing protes ini itu dan hampir pasti: soal ujian selalu bocor di beberapa daerah. Banyak pihak lagi-lagi protes sistem UAN dan minta UAN tidak menjadi satu-satunya standard kelulusan siswa. Yang lulus bersorak sorai, yang gagal bersumpah serapah, ngamuk dan mencari objek pelampiasan amarah sekedar penutup malu. Padahal jika mau jujur sesungguhnya masalah satu bangsa bukan terletak di sistemnya tetapi di manusianya –baca: karakternya- Mau sistem secanggih apapun, jika manusianya rusak maka pasti hasilnya tetap rusak. UAN setiap tahun dijaga ketat. Soal ujian didistribusikan dengan pengawalan super ketat oleh aparat kepolisian dengan senjata lengkap bak layaknya mengawal teroris. Pada waktu pelaksanaan ada pengawas lokal, ada pengawas independent, ada aparat kepolisian bahkan ada yang menyamar berpakaian preman. Saking ketatnya pengawasan sampai-sampai kemanapun siswa pergi selalu diikuti pengawas. Di Jember, seorang siswa memukul guru pengawas karena kesal diikuti terus padahal ia mau (maaf) pipis. Begitu ketatnya tetapi tetap aja bocor. Ada kasus, soal yang tidak bisa diisi oleh murid diisi oleh gurunya, supaya kelulusan di sekolahnya 100%. Seorang kepada sekolah satu SMA di Ngawi, Jawa Timur, dicopot dari jabatannya karena mencuri soal dan diberikan kepada murid-muridnya. Benar khan, kata saya bahwa sistem dan pengawasan tidak efektif jika karakter manusianya sudah tidak terjamin.
Kenapa sih UAN selalu ribut?. Di pihak sekolah, mereka takut jika banyak yang tidak lulus akan merosotkan citra sekolah. Di pihak siswa, mereka takut jika tidak lulus akan dicap bodoh. Makanya mereka minta tidak usah UAN tetapi ujian menurut sekolah masing-masing. Tetapi masalahnya lebih gawat karena pihak sekolah bisa memanipulasi untuk sekedar bermain di angka dan prosentasi kelulusan.
Pertanyaannya: Mengapa takut dengan UAN? Pro kontra hanya mencerminkan bahwa kita tidak siap untuk diuji dan tidak siap untuk berkompetisi. Saya ingat, waktu saya di SMP ada satu guru yang paling dibenci murid cuma karena guru itu sering memberi ulangan mendadak. Padahal guru itu tidak memberikan ujian akhir. Bagi saya, saya senang karena guru itu mengajar saya untuk selalu siap sedia.
Jangan pernah menjadi manusia yang takut untuk diuji. Segala sesuatu perlu diuji untuk memperlihatkan kualitas yang sesungguhnya. Raja Daud berdoa minta diuji (Mazmur 26:2). Yesus gentar tetapi berani menghadapi salib. Salib adalah ujian kesetiaanNya, kebangkitan adalah ujian keIlahianNya. Yesus bangkit, itu berarti Yesus Kristus adalah Mesias sejati. Yesus bangkit itu berarti Ia mampu menaklukkan maut.
Apakah kita menjadi manusia yang berani untuk diuji? Suka-duka, pujian-kritikan, kelancaran-kemacetan, segala sesuatu ada masanya, semua adalah ujian apakah kita mampu menaklukkan semua situasi kehidupan dengan tetap beriman dan setia. Janganlah karena takut diuji maka kita menghalalkan segala cara untuk menghindar dari ujian. Mengutip iklan Sekolah Pelita Harapan, “Ten (angka 10) is nothing without knowledge of God.” Jadilah manusia yang berani untuk diuji; diuji kemampuannya, diuji imannya, diuji cintanya, diuji pelayanannya, diuji kesetiaannya dan diuji hal-hal lainnya. Ujian bukan untuk menjerumuskan kita tetapi untuk memampukan kita melihat sejelas-jelasnya dan sejujur-jujurnya tentang keberadaan diri kita. Apakah anda berani untuk diuji? (J.Th)