MENDENGARKAN SUARA TUHAN (Mikha 6:8)
Alkitab menuliskan bahwa Mikha hidup pada zaman pemerintahan raja Yotam, Ahaz dan Hizkia (ca.742-687 BC). Itu berarti Mikha menghabiskan waktunya untuk menyampaikan firman Tuhan selama +/- 55 tahun. Isi firman Tuhan yang disampaikan ialah seputar kecaman dan hukuman TUHAN yang akan menimpa bangsa Israel dan Yehuda jika mereka tetap hidup di dalam dosa yang mereka lakukan saat itu. Dosa-dosa orang Israel sangat beragam, mulai dari merampas dan menindas sesamanya (2:2), pencurian (2:8), penyembahan berhala (2:8), pembunuhan (7:2), kekerasan dan dusta (6:12), dan masih banyak lagi dosa yang lain. Semua ini membangkitkan murka TUHAN atas mereka. Mikha selama 55 tahun terus-menerus menyuarakan teguran dan hukuman TUHAN bagi mereka, tetapi orang Israel tidak mendengarkan firman TUHAN. Mereka tidak mencintai dan hidup dalam keadilan. Inilah fondasi pertama yang penting yang diabaikan oleh orang Israel, yaitu berlaku adil.
Mengapa orang Israel tetap tinggal dalam dosa dan tidak berlaku adil terhadap sesamanya? Jawabnya sederhana, karena firman TUHAN sudah tidak ada tempat dalam hati mereka. Padahal firman TUHAN berkali-kali diberitakan kepada mereka. Kata “dengarlah” diulang sebanyak tiga kali (1:2, 3:1, 6:2) untuk menegaskan bahwa mereka harus mendengar firman TUHAN. Tetapi mereka tidak pernah mau mendengar firman TUHAN. Akibatnya, kehidupan bangsa Israel penuh dengan ketidakadilan sosial, penindasan dan jauh dari berkat TUHAN. Bukankah itu juga yang terjadi dengan pernikahan?
Tidak sedikit pasangan yang semangat dan rindu membaca, mendengar dan melakukan firman TUHAN di awal pernikahan, tetapi seiring berjalannya waktu (kesibukan mengejar karir, membesarkan anak, tekanan hidup, dsb), firman TUHAN tidak lagi mendapat tempat dalam hidup rumah tangga. Suara TUHAN nyaris tidak terdengar dalam ruangan-ruangan rumah, apalagi dalam hati. Tidak ada lagi doa, tidak ada lagi saat teduh, apalagi mezbah keluarga.
Ketika firman TUHAN sudah tidak lagi menjadi dasar rumah tangga, maka yang berkuasa adalah suara manusia! Biasanya, yang berkuasa adalah yang paling kuat (fisik atau keuangan), yang paling cerdas, yang paling pintar bicara. Maka tidak jarang terjadi penindasan (baik fisik, emosi, bahkan penindasan rohani) dan ketidakadilan. Berkat dan penyertaan TUHAN jauh dari rumah tangga yang demikian. Ketika tidak ada lagi firman TUHAN, maka yang berkuasa adalah yang paling kuat. Jadikanlah firman TUHAN, Alkitab, dasar dan otoritas tertinggi dalam hidup pernikahan Anda. Biarlah suara TUHAN adalah suara yang paling sering berbicara dalam rumah tangga Anda, maka dalam anugerah TUHAN Anda akan hidup dalam takut akan TUHAN dan berlaku adil. Berkat dan penyertaan TUHAN akan terus ada bagi rumah tangga yang demikian. Ketika firman Tuhan menjadi kesukaan dalam keluarga, maka keluarga tersebut “seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil (Mzm.1:3).” (yj).