MENGASIHI ORANG BERDOSA DENGAN KASIH ALLAH LUKAS 15:11-32
Dalam sebuah pertemuan untuk persiapan Mezbah Doa, kami mendiskusikan bahwa salah satu aspek doa kristen seharusnya ditujukan bagi orang-orang yang membenci kekristenan. Kelompok ini sering dikategorikan sebagai “orang berdosa yang selayaknya mendapatkan hukuman Allah.” Seorang rekan bertanya singkat: “Mengapa kita biasanya berdoa supaya keadilan Allah dinyatakan bagi orang-orang yang membenci kekristenan? Mengapa kita jarang sekali berdoa supaya mereka mendapat kasih karunia Allah dan bertobat?” Menurut hemat saya, itu adalah pertanyaan yang baik. Doa kita seharusnya juga lahir dari hati yang mengasihi dan mengharapkan pertobatan orang-orang yang berdosa. Kerinduan yang sama juga Tuhan Yesus tunjukkan dalam perikop di atas.
Lukas 15:11-32 merupakan bagian puncak dari trilogi “perumpamaan tentang yang hilang” dalam ayat 1-32. Perumpamaan ketiga ini lebih tepat diberi judul “Perumpamaan tentang Bapa yang menanti.” Hal ini disebabkan karena fokus utama berita Lukas bukan terletak pada keterhilangan si bungsu, melainkan pada anugerah Allah dan penerimaan-Nya yang penuh sukacita atas pertobatan orang-orang berdosa (15:1). Perumpamaan ini mengisahkan si bungsu yang menghamburkan harta warisan bapanya dalam kehidupan yang penuh dosa. Dalam keterpurukannya, ia pulang dengan harapan dapat menjadi budak bapanya untuk melanjutkan hidupnya. Tetapi bapa yang penuh belas kasihan itu berinisiatif mengampuni dan menerimanya kembali sebagai anak (ay.24). Kisah perumpamaan ini seharusnya dapat berakhir dengan happy ending di ayat 24 dalam nada sukacita seperti dua perumpamaan sebelumnya (ay. 7 dan 10). Tetapi Lukas meneruskan dengan reaksi negatif dari si sulung (ay.29-30). Kata “melayani” dalam ayat 29 ini lebih tepat jika diterjemahkan “menjadikan diriku budak” karena berasal dari akar kata “budak”. Melalui reaksi negatif si sulung ini, Lukas juga ingin menegur kepicikan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Bukannya ikut bersukacita atas pertobatan adiknya, si sulung marah kepada Bapanya (ay.28). Demikian juga halnya dengan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Mereka tidak dapat memahami anugerah Allah yang begitu besar bagi orang-orang berdosa (15:2).
Perumpamaan ini mengingatkan kita bahwa setiap kita pada dasarnya tidak layak mendapat kasih karunia Allah. Tetapi Allah yang begitu kaya dengan pengampunan dan anugerah melimpahi kita dengan kasih-Nya bahkan ketika kita masih berdosa. Roma 5:8 mengatakan: “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” Allah ingin kita memperlakukan sesama kita dengan kasih seperti ini. Allah ingin kita mengasihi sesama kita sebagaimana Ia mengasihi mereka (yj).