“SALAM, HAI ENGKAU YANG DIKARUNIAI, TUHAN MENYERTAI ENGKAU”
by GPBB ·
Siapapun kita akan bersyukur jika kita mendapatkan salam dari Gabriel ini. Rahmat dan kasih sayang Tuhan menyertai kita. Siapa yang tidak mau? Siapa yang tidak merasa spesial? Begitulah banyak orang berpikir tentang Maria, Ibunda dari Tuhan Yesus. Maria pada dasarnya adalah seorang gadis remaja dari dusun Betlehem yang bersahaja. Tidak terlalu banyak yang dapat Maria banggakan, selain hatinya yang bersih dan taat kepada Tuhan. Namun hal itu melampaui segala wanita lain dan membuat rahmat Allah datang menjumpainya.
Banyak orang mengagumi Maria karena rahmat Allah yang datang kepadanya, tetapi tidak banyak yang menyadari bahwa rahmat itu membawa Maria kepada kehidupan yang penuh dengan penderitaan, pergumulan dan pengorbanan yang begitu rupa bagaikan “suatu pedang yang menembus jiwa Maria” (Lukas 2:35). Hal ini dimulai sejak dari masa kehamilan dimana Yusuf sendiri – jika tanpa intervensi dari Allah melalui mimpi – hendak menceraikan Maria secara diam-diam yang dinilainya telah hamil di luar nikah (Mat. 1:18-25). Pergumulan berlanjut dalam masa kehamilan di mana pasangan muda ini harus menempuh perjalanan yang panjang ke kampung halaman dan tidak mendapati tempat yang layak untuk melahirkan bayi Yesus, yang tersisa hanya sebuah palungan yang dibalut lampin (Luk.2:6-7). Kemudian berlanjut dalam masa Yesus mulai beranjak kanak-kanak di mana Herodes Agung hendak membunuhnya dan keluarga kecil ini harus mengungsi ke Mesir (Mat.2:13-18). Pergumulan batin Maria berlanjut ketika Yesus mulai menginjak masa pra-remaja dan menghilang dari iring-iringan keluarga seusai mereka dari Yerusalem. Ternyata Yesus tinggal dan bersoal jawab dengan alim ulama di Bait Allah, tanpa terlalu memperdulikan kebingungan dan kegelisahan Maria yang kehilangan anak remajanya (Luk.2:41-52). Pergumulan ini memuncak dengan menyaksikan Anak yang dikasihinya meregang maut di atas kayu salib (Yoh.19:25-27). Tampaknya tidak seperti rahmat yang kebanyakan kita bayangkan. Sebuah kehidupan yang baik, tanpa masalah dan pergumulan; lagipula ada penyertaan Allah di dalamnya. Ternyata tidak demikian.
Bagi Maria, rahmat dan kasih karunia Allah harus disambut dengan hati yang taat dan menyembah. Hati yang siap ditembus oleh pedang kepedihan hidup ketika langkah-langkah rencana hidupnya diatur dan diubah oleh Allah; ketika bayangan pernikahannya diutak-atik oleh Sang Penuh Rahmat. Tapi itulah keunikan Maria. Di tengah kebersahajaannya, hatinya yang taat bersinar terang. Hati yang bertelut, menyembah Tuhan seraya berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk.1:38).
Apakah Anda sedang menantikan salam rahmat, kasih karunia dan penyertaan Tuhan pada Natal tahun ini? Apakah Anda menantinya dengan hati yang menyembah dan taat seperti Maria? (yj).
Image courtesy of Unsplash