SANHEDRIN: KETIDAKTAATAN DAN KESALEHAN (Minggu Prapaskah 3)
by GPBB ·
SANHEDRIN: KETIDAKTAATAN DAN KESALEHAN (Minggu Prapaskah 3)
Bacaan kita dalam renungan Minggu ini mengisahkan bagaimana Tuhan Yesus dibawa ke hadapan Imam Besar, Kayafas, ahli-ahli Taurat dan tua-tua (Mat. 26:57). Ini adalah persidangan Mahkamah Agama atau disebut juga sebagai Sanhedrin. Institusi tertinggi dalam keagamaan Yudaisme ini dipimpin oleh seorang Imam Besar dan beranggotakan berbagai perwakilan dari sekte-sekte yang berbeda pada waktu itu. Badan keagamaan ini memiliki pengaruh rohani, sosial, dan politik yang sangat besar. Umumnya, imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi dan Saduki memiliki suara yang kuat dalam Sanhedrin. Singkatnya, mereka adalah orang-orang yang saleh dan menguasai segala titik koma Taurat dan keagamaan.
Jangan salah Saudara! Tidak ada yang buruk dengan kesalehan, malah sangat baik. Itu yang diperintahkan Tuhan agar kita hidup saleh dan kudus dalam segala tindak-tanduk kita. Tetapi kesalehan dan kehidupan keagamaan adalah dua hal yang berbeda. Seorang tidak serta-merta menjadi saleh karena ia memakai atribut keagamaan, atau melakukan ritus-ritus agama. Ia dapat terlihat saleh, tetapi tidak lantas menjadi saleh.
Ibarat kemasan dan isi adalah dua hal yang berbeda, begitu juga ritus keagamaan dan hidup kesalehan. Ritus keagamaan adalah kemasan, namun yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana isinya? Kesalehan tidak diukur dari seberapa banyak perilaku agama dan ibadat umat. Kesalehan diukur dari seberapa besar perubahan hidup yang umat nyatakan secara tulus dalam ketaatan sehari-hari.
Tentu saja tidak semua anggota Sanhedrin buruk. Nikedomus misalnya. Ia berusaha mencari kebenaran dan datang kepada Tuhan Yesus untuk mengerti dan mengalami kelahiran baru (Yoh.3). Tetapi sayang, tidak banyak yang seperti dia. Sanhedrin sangat menguasai Taurat. Mereka dapat mengerti berbagai karakteristik Mesias yang dijanjikan. Yang jadi masalah bukanlah apa yang mereka kuasai, tetapi apa yang menguasai mereka.
Studi budaya dan narasi mendalam terhadap Injil menunjukkan bagaimana cinta uang, kekuasaan dan kedudukan sudah menggantikan kasih akan Allah dan sesama dalam tubuh Sanhedrin. Nepotisme dengan kepemimpinan ganda dalam pembagian kekuasaan di Bait Allah jelas bertentangan dengan Taurat, namun itu yang mereka terapkan (Luk.3:2; Yoh.18:13; Kis.4:6). Puncaknya adalah menghukum mati Anak Allah yang Maha Tinggi!
Jemaat Tuhan, tidak diragukan ‘kemasan’ rohani kita terjaga dengan baik. Ibadah dan rutinitas agamawi yang teratur. Tetapi apakah ‘isi’ kerohani itu juga terpelihara? Apakah Tuhan dan sesama melihat dan merasakan kesalehan yang tulus dari hidup kita? Kiranya ini menjadi refleksi bersama di Minggu Prapaskah ke-3. Tuhan memberkati (yj).