Surat yang Terbuka
“Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang.” (2 Korintus 3:2)
Baru-baru ini ada beberapa kasus yang menghebohkan yang terjadi di media sosial. Ada yang protes mengapa ibu hamil harus diberi prioritas tempat duduk di KRL. Ada lagi yang melampiaskan rasa frustrasinya saat mesti mengantri panjang untuk BBM dengan menghina kota Jogja. Kedua kasus ini menimbulkan kontroversi dan menuai kecaman dari publik. Luapan emosi yang seharusnya disimpan oleh orang yang bersangkutan berujung menjadi konsumsi publik karena hal tersebut dipublikasikan di media sosial masing-masing. Hidup kita tidak lagi hanya diketahui oleh orang-orang di sekitar kita, namun dapat diketahui oleh seluruh dunia.
Sebenarnya media sosial hanya menegaskan (amplify) sebuah kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri, yaitu bahwa bagaimanapun kita berusaha menyembunyikan hidup kita, akan selalu ada aspek-aspek hidup kita yang diketahui oleh orang lain. Tentunya, sering kali kita dapat memilih aspek mana yang akan kita tunjukkan ke hadapan publik, dan aspek mana yang sedapat mungkin tidak ada orang yang tahu. Namun, terkadang ada momen-momen yang akan membuat kita tidak dapat mengontrol ‘pencitraan’ kita, yang bisa jadi akan mengekspos keburukan kita di hadapan orang banyak.
Hidup kita adalah surat yang terbuka yang dapat dibaca semua orang. Kita dapat menjadi surat pujian, dapat pula menjadi surat kutukan. Pilihan Anda, sekarang, mau menjadi surat yang seperti apa. Kiranya Tuhan menuntun kita semua dan terus mengukir FirmanNya dalam hati dan hidup kita, agar kita boleh menjadi surat ilahi yang indah dan nikmat dibaca oleh banyak orang. Terpujilah Allah! (SH)