YESUS MENYUCIKAN BAIT ALLAH (2) (Yohanes 2:13-25)
Ketika Yesus menyucikan Bait Allah, orang-orang Yahudi menantang-Nya seraya mempertanyakan hak-Nya berbuat demikian (ay. 18). Dialog dalam ayat 19-22 menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi ini tidak mengenal siapa Yesus yang datang ke Bait Allah itu. Untuk menyelami hal ini, kita perlu melihat makna Bait Allah dalam terang konteks Yahudi pada waktu itu.
Di dalam teologi Perjanjian Lama, bait Allah merupakan simbol kehadiran Allah yang Maha Kudus. Ini adalah pengertian yang umum bagi orang Yahudi. Misalnya, ketika Musa dan bangsa Israel menyelesaikan pembangunan Kemah Suci, maka “awan itu menutupi Kemah Pertemuan dan kemuliaan TUHAN memenuhi Kemah Suci” (Kel. 40:34). Allah yang mulia hadir dalam Kemah Suci tersebut. Begitu juga ketika Salomo selesai melakukan pembangunan Bait Allah (2Taw. 5:1-7:3). Setelah Salomo selesai menaikkan doanya kepada Tuhan, maka “api pun turun dari langit memakan habis korban bakaran dan korban-korban sembelihan itu, dan kemuliaan TUHAN memenuhi rumah itu” (2Taw. 7:2). Di dalam dua peristiwa ini, awan dan api dinyatakan untuk menunjukkan kehadiran Allah yang mulia di Bait-Nya. Bagaimana dengan konteks Bait Allah dalam Yohanes 2? Apa tanda kemuliaan Allah yang hadir dalam Bait-Nya? Di sinilah kita melihat keindahan Injil Yohanes.
Di dalam perikop ini, kemuliaan Allah tidak nampak dalam awan dan api, melainkan dalam wujud manusia. Ia adalah Yesus, Sang Putra yang menjelma di dalam daging (Yoh. 1:14). Kini Allah sendiri hadir dalam Bait-Nya yang kudus. Di tengah-tengah kebobrokan dosa manusia di Bait Allah itu, Ia melangkah masuk dalam kekudusan-Nya. Inilah sebabnya Yesus berhak menyucikan Bait-Nya sendiri. Ia adalah Allah karena Ia berkuasa atas maut (Yoh. 2:21-22) dan Ia Maha Tahu (ay. 24-25). Ketika Yesus melangkah masuk ke dalam Bait Allah itu, Ia tidak datang sebagai tamu, melainkan sebagai Pemilik! Sebaliknya, ketika kita masuk ke dalam Bait-Nya, kita adalah tamu yang diundang-Nya. Sudah selayaknya kita bersimpuh sujud bersyukur dan menyembah-Nya di Bait-Nya yang kudus. Bagaimana sikap kita selama ini ketika hendak datang beribadah ke dalam Bait Tuhan? Tentu kita akan mempersiapkan diri kita sebaik-baiknya. Kita akan datang lebih awal untuk berdiam diri di hadapan Tuhan. Kita juga akan datang dengan sukacita karena kita rindu bertemu dan menyembah Tuhan Allah yang kita kasihi.
Tetapi Bait Allah atau Gereja lebih dari sekedar gedung atau tempat beribadah. Kidung Jemaat 257 mengatakan: “Gereja bukanlah gedungnya, dan bukan pula menaranya; bukalah pintunya, lihat di dalamnya, gereja adalah orangnya.” Masing-masing diri kita yang telah mengaku percaya adalah gereja, Bait Allah yang kudus. Bagaimana dengan hati dan hidup kita? Adakah kita berperilaku sebagai gereja yang kudus? Adakah kemenangan Kristus kita nyatakan dalam kemenangan-kemenangan kita terhadap dosa? Sikap hati yang menyembah Allah dan membuka diri untuk terus disucikan oleh Tuhan Yesus adalah sikap yang tepat untuk kita menyambut Paskah. Tuhan memberkati (yj).