APAKAH ANDA ADA WAKTU BUAT ANAK ANDA?
Tugas seorang ayah memang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Tetapi dalam kenyataannya, tidak jarang ia tidak mempunyai waktu yang cukup untuk bersekutu dan berkomunikasi dengan isteri dan anak-anaknya. Sebagai akibatnya keluarga kurang mendapat perhatian dan kasih sayang. Seringkali seorang ayah sudah merasa bertanggung jawab jika sudah mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.
Kesaksian berikut ini saya kutip dari Ken R. Canfield. 1997. Tujuh Rahasia Menjadi Ayah yang Efektif. Yogyakarta: Yayasan ANDI. Siapa tahu bisa menjadi berkat buat para pembaca. Simaklah kisahnya:
Seorang pria kembali terlambat pulang dari kerja. Letih dan lesu, ia menemukan puteranya yang berusia 5 tahun sedang menantinya di depan pintu.
“Papa, bolehkah saya menanyakan sesuatu?” “Tentu, nak, apa yang ingin kau tanyakan?” jawab pria tersebut.
“Papa, berapa jumlah uang yang papa peroleh dalam satu jam?” “Itu bukan urusanmu!
Mengapa kamu bertanya seperti itu?” tanya pria tsb dengan marah.
“Saya hanya ingin tahu, tolong beritahu berapa uang yang papa peroleh dalam satu jam?” tanya anak itu lagi. “Baiklah, bila kamu benar-benar ingin tahu. Papa mendapat US $20 per-jam.” “O..,” anak itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian anak itu memandang kembali ayahnya dan berkata, “Papa, bolehkah saya meminjam US $10?” Dengan marah ayahnya menjawab, “Bila kamu hanya ingin tahu berapa jumlah uang yang papa peroleh dalam satu jam agar kamu dapat meminta uang untuk membeli mainan konyol atau mainan tak berguna lainnya, lebih baik sekarang juga kamu pergi ke kamarmu dan tidur. Pikirkan kembali mengapa kamu menjadi begitu egois. Papa letih bekerja keras berjam-jam setiap hari dan tidak ada waktu untuk bermain dengan anak-anak seperti kamu!” Dengan diam anak itu pergi ke kamarnya dan menutup pintu.
Sang ayah kemudian duduk dan hatinya semakin panas saat memikirkan pertanyaan puteranya. Betapa beraninya ia bertanya seperti itu hanya untuk memperoleh sejumlah uang. Setelah beberapa jam, amarahnya surut dan ia mulai berpikir mungkin ia telah bersikap terlalu keras terhadap puteranya. Lagipula puteranya jarang meminta uang kepadanya. Pria tersebut berjalan ke kamar puteranya dan membuka pintu kamar:
“Engkau sudah tidur, nak?” tanya pria tersebut. “Belum, papa. Saya masih terjaga,” jawabnya.
“Papa baru saja berpikir, mungkin papa terlalu keras terhadapmu tadi. Hari ini papa sangat lelah dan tanpa sadar papa menjadi cepat marah. Ini uang US $10 yang kamu minta.” Anak itu segera bangun dan berseru dengan riang, “Oh, terima kasih, papa!” Kemudian ia membalikkan bantalnya dan mengambil sejumlah uang yang ada di bawahnya. Sang ayah melihat bahwa puteranya telah memiliki uang maka ia kembali marah. Dengan perlahan anak tsb menghitung uangnya dan memandang ayahnya. “Mengapa kamu menginginkan uang lagi, padahal kamu sudah memilikinya?” tanya ayahnya dengan jengkel.
“Karena uang saya belum cukup, tapi sekarang sudah cukup,” jawab anak tsb
“Papa, sekarang saya mempunyai uang US $20. Bisakah sekarang saya membeli satu jam dari waktu yang papa miliki?”
Apakah kita adalah ayah seperti kisah di atas? Apakah anak kita perlu membeli waktu kita atau membayar kita agar mereka bisa bersama dengan kita? (J.Th)