GUNUNG ALLAH
by GPBB · Published · Updated
Pernahkan Anda memperhatikan bagaimana para peziarah hendak mendekati tempat kudus? Sebagian dari mereka akan membersihkan diri dengan mandi dan mencuci muka, sebagian lagi akan berpuasa. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh umat Kristen, melainkan lintas agama. Manusia pada umumnya mengerti bahwa ada tempat-tempat kudus atau yang dikuduskan dan tentunya membutuhkan perlakuan yang berbeda. Demikian juga halnya dengan perikop yang kita baca dalam Keluaran 19:7-23.
Bangsa Israel baru tiga bulan meninggalkan Mesir. Mereka menuju gunung Sinai, gunung di mana Allah berkenan menyatakan diri kepada mereka. TUHAN menyatakan kekudusan-Nya dengan menunjukkan bahwa Ia adalah Allah yang tidak terhampiri. Alkitab menggambarkan hal ini dengan berbagai bahasa figuratif: awan yang tebal (ay.9), memasang batas (ay.12), hukuman mati bagi yang melanggar batas tersebut (ay.13), harus menguduskan diri jika ingin berkumpul mendekat (ay.14-15), harus mengikuti tanda dari TUHAN untuk mendekat (ay.13), TUHAN turun dalam api, gunung itu bergetar dengan dahsyat, dan bunyi sangkakala yang kian lama kian keras (ay.18-19). Semua ini ditujukan untuk menggambarkan betapa manusia tidak boleh sembarangan menghampiri Allah. Allah hanya dapat dihampiri jika Ia berkenan dan seturut dengan cara yang Allah sediakan.
Dari bagian ini kita mempelajari bahwa TUHAN adalah Allah yang mahakudus. Ia bukan semacam sesembahan yang dapat diberikan sesajen untuk menuruti kehendak kita. Ia tidak dapat diatur oleh manusia. Sebaliknya, Ia yang mengatur hidup kita. Di sisi lain, kita juga belajar betapa besar kasih Allah. Sekalipun Ia tidak terhampiri, Ia merendahkan diri-Nya untuk turun di gunung itu. Walaupun dengan api yang menyala untuk memberikan hukum-hukum-Nya kepada Israel, Allah memutuskan untuk membuat diri-Nya dikenal oleh manusia.
Allah tahu manusia tidak mungkin memenuhi seluruh hukum-Nya dengan sempurna. Karena itu, ribuan tahun kemudian, Allah menyatakan kasih-Nya di gunung yang lain: gunung kematian. Di atas gunung Sinai, Allah menyatakan kekudusan-Nya; namun di atas bukit Kalvari di Golgota, Ia menyatakan kasih-Nya. Kristus mati di atas Golgota untuk memenuhi seluruh tuntutan Taurat yang gagal dilakukan oleh Israel, Anda dan saya. Allah yang tidak terhampiri itu kini dapat dihampiri melalui Kristus. Terpujilah kasih-Nya yang mahabesar!
Refleksi:1.
Bagaimana Anda memperlakukan Allah selama ini? Apakah Ia menjadi semacam ’alat sesembahan’ untuk menuruti keinginan kita? Atau Ia pemegang kata akhir dalam hidup kita? Tuhan memberkati (YJ).