K E S A N
(image dari: https://addicted2success.com)
Piala Dunia 2018 di Rusia telah berakhir dua minggu yang lalu. Selain dari apa yang terjadi di lapangan itu sendiri, kompetisi ini juga memberikan kesan yang lain dari apa yang terjadi di luar lapangan. Terutama, bagaimana para pendukung negara-negara yang berkompetisi di Piala Dunia ini mendapatkan kesan yang baru mengenai orang-orang Rusia. Lebih dari dua juta orang fans dari berbagai penjuru dunia pergi ke Rusia untuk menyaksikan pertandingan Piala Dunia secara langsung, dan sebagian besar dari mereka pulang ke negara mereka masing-masing dengan impresi yang positif dari orang-orang Rusia sebagai tuan rumah yang bersahabat. Rusia bukan lagi negara yang mereka tahu hanya dari pemberitaan media massa, namun negeri yang mereka telah saksikan dan alami sendiri. Indonesia (terutama Jakarta dan Palembang) sekarang juga memiliki kesempatan yang serupa dengan menjadi tuan rumah Asian Games 2018, dimana puluhan ribu atlet dan ofisial dari 45 negara di Asia (dan belum lagi turis-turis asing) akan berkunjung ke Indonesia dan merasakan secara langsung seperti apakah negeri yang diberi julukan zamrud khatulistiwa ini.
Kesan kita mengenai agama tertentu seringkali dipengaruhi prasangka-prasangka yang sebenarnya belum tentu benar, namun yang kita yakini berdasarkan apa yang kita dengar dari orang lain. Serupa dengan itu, kesan orang-orang lain mengenai kekristenan juga belum tentu tepat, apalagi jika pemahaman tersebut didapatkan bukan dari orang Kristen secara langsung, melainkan dari sumber lain. Pada masa gereja mula-mula, misalnya, muncul miskonsepsi di kalangan orang Romawi bahwa orang-orang Kristen adalah kanibal, berhubung mereka mendengar bahwa di ibadah orang Kristen mereka makan tubuh dan minum darah Kristus – yang sebenarnya merujuk kepada Perjamuan Kudus. Pemahaman yang keliru mengenai kekristenan ini dapat dikoreksi lewat kontak dengan orang-orang Kristen sendiri. Dengan kata lain, setiap dari kita dipanggil menjadi jendela, dimana orang lain dapat menyaksikan Kristus lewat kehidupan kita.
Sayangnya, pada kenyataannya hal ini tidak berarti bahwa setiap orang akan memiliki pemahaman yang tepat mengenai kekristenan ketika mereka melihat orang-orang Kristen. Yang terjadi bisa jadi sebaliknya, yaitu bagaimana stereotipe-stereotipe yang negatif mengenai kekristenan malah semakin digarisbawahi lewat kehidupan kita. Karena itu, pertanyaannya adalah, jendela seperti apakah setiap dari kita, apakah orang lain akan menyaksikan Kristus ataukah justru segala kesan mereka yang keliru mengenai kekristenan itu akan semakin dipertegas lewat diri kita? (SH)