KERJA
“Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya.”
(2 Timotius 2:6)
Hari Buruh diperingati setiap tanggal 1 Mei di berbagai negara, termasuk di Singapura dan Indonesia. Akhir abad ke-19 menandai bertumbuhnya gerakan buruh dan serikat pekerja, yang menuntut perbaikan kualitas kehidupan kelas pekerja yang sangat buruk saat itu sebagai ekses dari Revolusi Industri, dimana pada umumnya kelas pekerja bekerja belasan jam lamanya setiap hari. Pada tanggal 1 Mei 1886, ratusan ribu buruh di Amerika Serikat mengadakan mogok masal dan demonstrasi untuk menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam per hari. Demonstrasi ini berlangsung beberapa hari lamanya sampai tanggal 4 Mei. Pada tanggal 4 Mei, polisi membubarkan demonstran dan menembaki mereka, dimana pada akhirnya insiden ini menewaskan ratusan orang. Sejak saat itu, tanggal 1 Mei dipilih untuk mengenang insiden ini untuk terus memperjuangkan hak kelas pekerja. Pada tahun 1955, Gereja Katolik juga mendedikasikan tanggal 1 Mei untuk Yusuf ayah Yesus, yang diberi gelar Yusuf Sang Pekerja, santo pelindung kelas pekerja dan pengrajin.
Kebijakan jam kerja 8 jam per hari ini di kemudian hari menjadi salah satu isu utama yang didiskusikan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada tahun 1919, yang menghasilkan Konvensi Jam Kerja Industri dan yang sampai saat ini telah diratifikasi oleh 52 negara. Itulah latar belakang mengapa sekarang sebagian dari kelas pekerja (dimana Anda mungkin termasuk di dalamnya) dapat menikmati jam kerja 8 jam per hari lamanya atau setidaknya yang manusiawi lamanya. Namun tidak semua pekerja dapat menikmati hal tersebut, dimana masih banyak orang yang bekerja dengan kondisi yang tidak manusiawi, baik itu karena faktor eksternal, atau yang tak kalah tragisnya, oleh karena diri sendiri. Di Singapura kita dapat menemukan potret kedua kelompok ini. Ada yang bekerja dengan kondisi yang kurang layak seperti buruh migran, namun ada banyak juga yang bekerja gila-gilaan tanpa mengenal waktu siang dan malam, menuhankan pekerjaannya itu sendiri.
Bekerja memang adalah bagian yang tak terpisahkan dari hakekat kita sebagai manusia. Allah menciptakan manusia untuk “mengusahakan dan memelihara taman itu.” (Kej 2:15) Namun pekerjaan bukanlah segala-galanya, dan sepatutnya dihargai secara proporsional sebagai perayaan dari hidup yang bermartabat. Selamat bekerja! (SH)