Sibuk Dengan Kepentingan Pribadi
by GPBB ·
1 Korintus 11:21 - Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang memakan dahulu makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk.
Mungkin apa yang dinyatakan Paulus kepada jemaat Korintus di ayat diatas tidak terasa relevan untuk GPBB, karena berbagi makan bersama bukanlah hal yang asing untuk kita. Setelah persekutuan Jumat komisi wanita misalnya selalu ada ibu-ibu yang mempersiapkan makan siang untuk disantap setiap yang datang. Sebelum banyak acara persekutuan malam hari seperti Mezbah Doa, kebaktian malam natal, kebaktian malam tahun baru, ada makan malam yang dipersiapkan pihak gereja untuk dibagikan bagi mereka yang hadir. Semuanya mendapat tanpa terkecuali. Namun kebiasaan yang terjadi dalam jemaat Korintus tetap dapat menjadi bahan refleksi mengingat bahwa kerinduan Paulus adalah untuk jemaat “mengakui tubuh Tuhan” (1 Korintus 11:29) yang secara sederhana dapat dimengerti sebagai rasa kepedulian dan keterikatan dengan anggota jemaat (bagian tubuh) yang lain, lebih dari isu makan bersama.
Sebuah insiden dalam Kejuaraan Akuatik Dunia (World Aquatics Championship) 2022 di Budapest dapat menjadi metafora refleksi ini. Anita Alvarez, yang berpartisipasi di dalam solo final pingsan setelah menyelesaikan pertunjukan dan tenggelam di kolam sedalam 3 meter. Disaat banyak orang bertepuk tangan karena pertunjukannya yang hebat, hanya pelatihnya, Andrea Fuentes, yang melihat bahwa ada yang tidak beres. Dengan resiko melanggar peraturan pertandingan dan diskualifikasi, Andrea melompat ke dalam kolam dan menolong Anita yang tidak sadarkan diri di dasar kolam. Sebuah kepekaan dan kecintaan pelatih yang menyelamatkan Anita, yang tenggelam selama kurang lebih 2 menit, di saat semua orang terbuai dan terkagum dengan pertunjukan Anita yang baru selesai.
Tidak selalu kita punya kapasitas untuk memperhatikan sesama jemaat, karena kenyataan menunjukkan ada saat-saat dimana kita pun stres, kewalahan, sibuk, dan banyak masalah. Mungkin ini saatnya kita berdoa kepada Tuhan dan membagi cerita kita, membiarkan diri rentan untuk diperhatikan oleh yang lain. Namun akan ada saat dimana kita punya kapasitas lebih untuk memperhatikan sekitar kita dan hidup terasa berjalan cukup terkendali. Pada saat inilah kita dapat bertanya apakah kita rela membuka hati untuk melihat yang tersembunyi, mendengar yang tidak terucap, dan berjalan bersama saudara seiman dalam masa-masa pergumulan mereka. Mungkin, bisa dimulai dengan menghampiri seseorang dan bertanya, “Bagaimana kabar, ada yang bisa didoakan”? (VL)

