Musa & Kristus
Pengumuman pencalonan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk menjadi calon presiden dari Partai PDIP minggu lalu langsung disambut dengan euforia. Sebagian berharap bahwa Jokowi akan mampu memimpin Indonesia untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi di negeri ini. Pengharapan seperti ini bukanlah hal yang baru. Saat SBY pertama kali dilantik pada tahun 2004 pun muncul harapan yang sama pada dirinya. Pengharapan mesianik seperti ini mungkin dipengaruhi oleh mitologi kuno mengenai seorang Ratu Adil/Satria Piningit yang akan datang untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya, apalagi di tengah kondisi masyarakat yang penuh dengan keputusasaan.
Kondisi putus asa yang serupa menjadikan bangsa Israel untuk berseru-seru kepada Allah. Mereka diperbudak dan ditindas oleh Firaun di Mesir, dan mereka meminta kepada Allah untuk menyelamatkan mereka. Allah pun mengutus Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir dan masuk ke tanah perjanjian. Musa kemudian berhasil memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, walau tragisnya ia sendiri tidak sampai ke tanah Kanaan.
Meskipun demikian, Musa adalah salah satu figur yang paling penting dalam kehidupan bangsa Israel. Ia memimpin nenek moyang mereka keluar dari Mesir, dan lewat perantaraannya bangsa Israel mendapatkan Hukum Taurat dari Allah. Karena itu, tidak heran jika muncul sebuah harapan agar ada seorang nabi seperti Musa yang akan datang untuk memimpin bangsa Israel, menyampaikan Firman Allah kepada mereka, dan mengadakan perjanjian baru dengan Allah. (Ul 18:15-18, Yer 31:31-33)
Gereja perdana meyakini bahwa Yesus adalah Musa yang akan datang ini. Karya Musa yang memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan di tanah Mesir akan menjadi bayang-bayang bagi karya Kristus yang akan memimpin umat manusia keluar dari perbudakan dosa. Sejalan dengan itu, perjalanan bangsa Israel di padang gurun “telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita.” (1 Kor 10:6) Setelah keluar dari Mesir, bangsa Israel berulang kali menolak Musa dan malah ingin kembali ke tanah Mesir. Jemaat sekalian, marilah kita belajar dari pengalaman bangsa Israel ini dan tidak jatuh kepada kesalahan yang sama. Marilah kita melupakan ‘tanah Mesir’ kita dan terus melandaskan harapan kita kepada Kristus semata, yang akan memimpin kita masuk ke tanah perjanjian yang kekal. (SH)