NATAL DI ERA PANDEMIK C-19
by GPBB ·
NATAL DI ERA PANDEMIK C-19
Awal Desember beberapa tahun sebelum virus C-19 datang terdengar dua orang berbicara demikian: “Bosan juga lama-lama dengan Natal,” terdengar seperti keluhan. “Iya, begitu-begitu aja; paling-paling acaranya drama, paduan suara, puisi, begitu terus tiap tahun,” begitu sang temannya menimpali. Saya pikir benar juga “keluhan” dua sahabat itu. Natal sudah condong kepada selebrasinya jauh dari esensinya. Kristus tidak lagi sebagai pusatnya. Memang panitia sibuk mikirin tema, tetapi yang sering terjadi itu cuma ritual sekedar tempelan yang menunjukkan bahwa ini adalah perayaan rohani.
Kenapa sih kita harus merayakan Natal. Yang mengubah dunia bukan perayaan Natal. Perayaan Natal tidak bisa menyelamatkan manusia. Hanya Kristus sang penyelamat itu.
Tidakkah kita sadar, sementara kita merayakan Natal, masih banyak di luar gereja, sesama kita yang hidup dalam kegelapan dosa, yang menangis karena kesepian, kesulitan ekonomi, kehilangan pekerjaan, sakit penyakit karena tua atau karena berbagai penyakit lainnya.
Esensi Natal adalah Tuhan datang untuk menyelamatkan manusia. Lukas 2:10-11: “Lalu kata malaikat itu kepada mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.” Para gembala tahu betul esensi Natal yaitu bukan selebrasi tetapi aksi. Mereka pergi dan menjadi pemberita pertama kesukacitaan besar bagi manusia yaitu Juruselamat telah lahir. Letakkan kegembiraan Natal itu di sini: Kristus Juruselamat datang menyelamatkan Anda dan saya.
Dua tahun sudah Natal kita tanpa selebrasi. Semua gara-gara Covid-19. Hati kita sudah sedikit berbunga-bunga karena bisa rayakan Natal dengan lebih terbuka, tetapi… cucunya Covid-19 si Omicron datang… hadeh… Mungkinkah ini sekali lagi membuat kita semua bahwa Natal: kembali ke Kristus, Tinggalkan selebrasi, lakukan aksi. Aksi pertama: Natal di gereja berpusat pada firman Natal. Aksi kedua: Natalan di keluarga masing-masing. Kebaktian inter generasi diadakan di keluarga masing-masing. Aksi ketiga: Pikirkan kepada siapa saya akan beritakan kesukaan besar karena Juruselamat sudah datang ke dunia.
Ada satu cerita tentang Yesus dan Setan. Dikisahkan ketika Yesus lahir, demikian ceritanya, Tuhanpun memanggil setan. “Hari ini Yesus lahir,” kata Tuhan kepada sang raja kegelapan. “Kau akan tamat. Kau akan kalah dalam merebut hati manusia.” Setan terhenyak. Dengan gugup iapun memohon diri. Ia menghilang ke kamar kerjanya, berpikir keras. Pada hari ketiga ia menemukan jawaban. Ia menghadap Tuhan. “Hamba tahu ada sebuah cara ampuh untuk mengalahkan Yesus.” “Bagaimana?” tanya Tuhan. “Hamba akan bujuk manusia untuk bikin perayaan atau organisasi.” Aneh juga cerita ini. Mula-mula saya tidak mengerti kenapa setan memakai perayaan dan organisasi untuk membujuk manusia. Akhirnya saya sadar ternyata memang dalam kedua hal itulah manusia sering melupakan Tuhan. (Mohamad, Gonawan. 1989. Catatan Pinggir. Jakarta: Tempo Publishing.)
Dalam perayaan, manusia cenderung menyukakan seleramya. Dalam organisasi, manusia lebih sering menonjolkan kekuasaan dan keakuannya. Dalam kedua hal itulah manusia sering berantem. Dalam perayaan manusia mengharapkan puja dan puji atas acara perayaan. Jika dikritik kita akan marah. “Udah cape-cape siapin acara, boro-boro terima kasih, malah dikritik.” Begitu juga, manusia sering ribut dalam rapat organisasi gara-gara idenya kagak diterima atau gagasannya dianggap sepi.
Maka sudah saatnya kita semua kembali kepada esensi Natal; Beraksilah bukan berselebrasi. Semoga di Natal ini kita dapat menjadi pemberita Natal. Selamat Hari Natal 2021. (J.Th)