OLIMPIADE
Saat ini seluruh penjuru dunia sedang menikmati jalannya Olimpiade musim panas 2016 di Rio de Janeiro, Brasil. Singapura bersorak-sorai merayakan medali emas pertamanya sepanjang sejarah keikutsertaannya di Olimpiade, yang diperoleh oleh atlet Joseph Schooling di cabang renang. Indonesia juga merayakan medali emas pertamanya sejak Beijing 2008, yang diperoleh oleh pasangan Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir di cabang badminton.
Olimpiade berasal dari tradisi Yunani yang dimulai dari tahun 776 SM, yaitu perlombaan atletik yang diikuti oleh setiap daerah dan koloni Yunani yang diadakan di Olimpia, Yunani, setiap empat tahun sekali sebagai penghormatan kepada dewa Zeus. Cabang-cabang yang dipertandingkan saat itu antara lain balap kereta kuda, gulat, tinju, lari, dan pentathlon. Atlet-atlet saat itu berlatih di gimnasium, yang berasal dari kata gymnos yaitu telanjang. Dengan kata lain, atlet saat itu berlatih dan bertanding dengan kondisi telanjang bulat, sebagai bentuk apresiasi keindahan tubuh manusia dan sebagai persembahan kepada dewa-dewi. Ketika raja Antiokhus IV Epifanes menguasai Israel di abad ke-2 SM, ia berusaha untuk menyebarkan budaya Yunani ke penduduk Israel. Salah satu proyek yang ia lakukan adalah mendirikan gimnasium di Yerusalem. Ketentuan untuk berlatih di gimnasium adalah telanjang dan kerajaan Yunani kuno melarang sunat pula saat itu. Penulis kitab sejarah 1 Makabe mencatat, saat itu ada beberapa orang Israel yang “Memulihkan kulup mereka pula dan murtad dari Perjanjian Kudus” demi dapat berlatih di gimnasium dan bergabung dengan kebudayaan Yunani. (1 Mak 1:14-15) Karena itu, isu gimnasium saat itu juga menjadi isu yang membedakan mana umat Israel yang sejati dan yang bukan.
Rasul Paulus sendiri beberapa kali menggunakan imajeri atlet dalam surat-suratnya untuk mengilustrasikan kehidupan iman Kristiani. Di suratnya kepada jemaat di Korintus (tampaknya Paulus familiar dengan perlombaan olahraga Isthmia yang diadakan di Korintus), ia menulis bagaimana semua peserta dalam pertandingan lari (stadio) akan berlomba secepat mungkin untuk mendapat hadiah. Ia juga menulis bagaimana seorang Kristen perlu menguasai diri (self-discipline) demi mencapai tujuannya layaknya seorang petinju/pelari (1 Kor 9:24-27). Rasul Paulus juga menulis, seorang olahragawan (athlē) hanya dapat menjadi juara jika ia bertanding sesuai dengan peraturan yang ada. (2 Tim 2:5) Dan, akhirnya, mengibaratkan hidup iman kita sebagai sebuah pertandingan lari maraton, ia menulis, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (2 Tim 4:7-8) (SH)