OUR HOME, OUR HEART, OUR SINGAPORE
Judul di atas adalah lagu tema dari National Day Parade (NDP) Singapura tahun ini. Saya berharap pembaca tidak langsung merasa risih dengan judul ini: “Kita kan jemaat berbahasa Indonesia, mengapa membahas lagu tema Singapura?” Berdekatan dengan hari kemerdekaan Singapura yang jatuh pada 9 Agustus, saya terdorong untuk mengulasnya.
Lagu ini terdiri dari 4 bagian yang masing-masing dipisahkan oleh 7 kali kata “oh” yang diulang sebanyak dua kali. Menariknya, setiap bagian dari lagu ini mewakili generasi yang berbeda. Bagian pertama lagu ini dinyanyikan oleh 4 orang penyanyi dewasa. Walaupun tidak semuanya merupakan generasi senior, lirik yang dilantunkan merefleksikan perjuangan awal generasi pertama, generasi merdeka Singapura. Latar gambar hitam putih beranjak berubah menjadi penuh warna memasuki transisi menuju bagian kedua lagu ini.
Lirik di bagian kedua dan ketiga dinyanyikan oleh para penyanyi muda dan disambut dengan nada rap pada bagian ketiga. Dugaan saya, bagian kedua dan ketiga ini merujuk kepada generasi penerus, yaitu generasi X dan milenial. Pada penghujung bagian ketiga, sang pengarang lagu, Dick Lee muncul dalam duet menyatakan: And amazing as it seems/It all started with a dream/But the dreaming isn’t done/Because the best is yet to come. Semua yang dimulai dengan mimpi yang indah itu belum sepenuhnya terwujud karena yang masih ada yang terbaik menanti di hari depan.
Bagi saya, bagian yang paling menarik adalah bagian keempat karena dream itu diserahkan kepada empat orang penyanyi remaja; mereka adalah generasi Z. Dalam kerinduan untuk bertumbuh dan merawat bersama, mereka berkata: Deep in my heart I just know/Right from the start, we will grow/Look where we are, we’ve come so far/And there’s still a long, long way to go/With all of my heart, I will care I’ll play my part, I will share/With family and friends, together we’ll stand. Menjelang penghujung dua baris terakhir, sang penyair lagu ini meletakkan janji dan harapan ke dalam generasi yang paling kecil; seorang penyanyi cilik, sambil memainkan gitarnya dengan lugu melantunkan solo dua baris terakhir: And in the end, hand in hand/We will get there. Ia adalah generasi ujung tombak; generasi termuda, generasi harapan: generasi alpha! Lagu ini ditutup dengan erupsi sukacita serentak pada bagian refrain secara unison sebagai simbol kesatuan.
Tetapi ini bukan hanya tentang kesatuan, tetapi tentang keberlangsungan estafet dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Kesadaran bahwa tiap generasi memainkan peran yang penting bagi pembangunan; tiap kelompok memberi kontribusi optimal bagi seluruh komunitas. Saya menangkap kemiripan dengan pendidikan iman yang seharusnya terjadi dalam gereja Tuhan. Sebagai rumah rohani, tiap generasi memainkan peran vital bagi pembagunan tubuh Kristus (1Kor.12:12-31). Begitu juga dalam keluarga. Orangtua membuka jalan dan memberi teladan iman agar anak, dalam segala keluguan dan kepolosan mereka, dapat terinspirasi oleh kesetiaan iman kita sehingga terus bertumbuh di dalam Tuhan. “Didiklah orang muda (a child) menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu” (Ams.22:6). Ketika hal ini kita terapkan dalam rumah rohani kita di GPBB, kita pun dapat berkata: Our Home, Our Heart, Our GPBB! (YJ).