Terpisah Tapi Tetap Erat
by GPBB · Published · Updated
Satu ayat penting yang perlu dipelajari untuk melihat apa prinsip Firman Tuhan tentang hubungan orang tua dengan anak-menantu yang telah menikah adalah Kejadian 1:24 “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. Ayat ini menarik karena muncul dalam budaya di mana keluarga-keluarga tinggal sebagai keluarga besar: satu orang laki-laki yang menjadi kepala klan bagi sebuah keluarga besar, yang terdiri dari isterinya, dan anak-anaknya beserta keluarga anak-anaknya. Contoh paling nyata dalam Alkitab adalah Yakub dengan isterinya dan keluarga anak-anaknya.
Firman Tuhan jelas menyatakan unit keluarga terkecil adalah suami dengan isterinya, bukan sebuah klan keluarga. Hal ini ditegaskan dengan kalimat “seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya”. Apa prinsip yang bisa diambil dalam membangun relasi di antara orang tua dengan anak dan menantunya? Berikut beberapa hal yang bisa disebutkan:
- Seorang laki-laki (juga seorang perempuan) harus cukup mandiri untuk menikah dan membangun keluarganya sendiri. Pasangan yang mau menikah tidak boleh bergantung kepada para orang tua. Mereka harus “meninggalkan” para orang tua mereka.
- Para orang tua dengan demikian mempunyai tugas dan peran mendidik dalam kasih anak-anaknya untuk bertumbuh semandiri mungkin sehingga mereka bisa membangun keluarganya sendiri.
- Ketika anak mereka membangun keluarganya sendiri, para orang tua harus membatasi diri untuk tidak turut campur dengan keluarga baru yang dibangun anak dan menantunya. Para orang tua boleh memberi saran dan masukkan, tetapi anak dan mantu-lah pengambil keputusan akhir, bukan para orang tua lagi.
- Jika semua prinsip di atas disertai dengan komunikasi dan kasih yang cukup maka keterpisahan anak dengan orang tuanya menjadi hal indah karena anak dan menantu sekarang statusnya menjadi partner dalam menjalani kehidupan dengan berbasis kepada keluarga inti masing-masing tetapi bisa tetap saling mendukung dan mengasihi.
Masalah hubungan anak-menantu dan mertua seringkali terjadi karena prinsip-prinsip di atas salah satunya ada yang dilanggar. Misalnya, orang tua masih merasa memiliki anaknya dan “tidak rela” melepas anaknya membangun keluarga sendiri dan turut campur yang tidak perlu. Atau sebaliknya menantu membawa anak menjauh dari orang tua dan kurang memberi perhatian dan kasih kepada orang tuanya dengan alasan kepentingan keluarga intinya sendiri. Dua masalah umum di atas mestinya tidak terjadi jika dari awal orang tua mendewasakan dan memandirikan anak sedemikian rupa sehingga anak merasa aman dan dikasihi. Di kemudian hari walaupun terpisah karena membangun keluarga sendiri sang anak akan tetap melihat ayah dan ibunya adalah orang-orang untuk dikasihi dan mengasihi sehingga sang anak akan tetap menyediakan waktu memperhatikan dan mengasihi orang tuanya. Sang anak bahkan akan mengajak keluarga intinya sendiri yaitu isteri/suami dan anak-anaknya mengasihi orang tua sambil membangun dan mengasihi keluarganya sendiri. (djh)
Image courtesy by pressfoto - freepik, edited by IY