Menembus Laut Merah
Pesawat penerbangan Malaysia Airlines MH370 yang hilang sejak tanggal 8 Maret lalu belum ditemukan sampai sekarang. Walau sinyalnya sudah berulang kali diterima dari perairan Samudera Hindia, laut ini masih menyimpan misteri yang belum terungkap sampai sekarang, dan yang menjadi sebuah kisah yang tragis terutama bagi keluarga para kru dan penumpang pesawat ini.
Air dan laut sendiri adalah simbol misteri yang menakutkan dalam masyarakat Timur Tengah Kuno. ‘Air’/‘laut’ memiliki konotasi kekacau-balauan. Karena itu, ada benda yang disebut dengan ‘laut’ yang ada di dalam Bait Allah (1 Raj 7:23-26). Benda ini berfungsi untuk menampung air, dan lokasinya di dalam bait Allah ingin menyatakan kepada bangsa Israel bahwa Allah berkuasa atas ‘laut’ dan karena itu bangsa Israel tidak perlu takut lagi dengan ‘laut’.
Perjumpaan bangsa Israel dengan ‘laut’ sendiri terjadi setelah mereka berhasil keluar dari tanah Mesir. Sementara prajurit Firaun terus mengejar mereka di belakang, bangsa Israel terus berlari dan berlari, namun pada akhirnya mereka malah menemui jalan buntu. Di depan mereka, laut Merah. Di belakang mereka, prajurit Firaun. Laut Merah menjadi simbol puncak keputusasaan mereka yang selama ini hidup tertindas di bawah kekuasaan Firaun. Namun, Allah kembali menunjukkan bahwa Ia adalah Allah yang lebih berkuasa ketimbang Firaun. Ia membelah laut Merah dan bangsa Israel pun akhirnya dapat selamat dari kejaran tentara Firaun ini. Air yang selama ini menjadi simbol kematian, sekarang menjadi simbol kehidupan mereka yang baru. Menembus laut Merah, bangsa Israel keluar dari kehidupan mereka yang lama, dan masuk ke dalam kehidupan mereka yang baru (Kel 14:1-31).
Peristiwa di laut Merah inilah yang menjadi salah satu inspirasi bagi baptisan kita. Air di dalam baptisan kita menyimbolkan kematian kita atas hidup kita yang lama, dan tekad kita untuk hidup dalam hidup yang baru (Rm 6:1-11).
Pada hari ini, kita akan menyaksikan saudara-saudari kita yang akan dibaptis dan mengaku percaya. Sekiranya peristiwa ini dapat kita jadikan pula sebagai momen dimana kita memeriksa kehidupan iman kita sendiri sebagai umat Tuhan, terutama bagi kita yang telah dibaptis dan mengaku percaya. Apakah kita sudah sungguh-sungguh mati atas hidup kita yang lama? Apakah kita masih terus berjuang untuk menghidupi identitas kita yang baru di dalam Kristus? (SH)