PENYERTAAN TUHAN DI PADANG GURUN
by ADMIN · Published · Updated
Keluaran 31 ditutup dengan klimaks yang indah, yaitu sabat. Setelah memberikan seluruh petunjuk peribadatan, Allah ingin umat-Nya mengerti bahwa yang Ia rindukan bukanlah ritual, tetapi relasi. Itulah sebabnya Allah menyatakan sabat sebagai perhentian kudus di mana umat belajar menikmati Allah di dalam rest dan menanti Allah di dalam work.
Panggilan kepada Musa untuk naik ke atas gunung Sinai disikapi dengan ketidaksabaran dan hati yang tidak beriman oleh bangsa Israel, padahal mereka baru saja diajarkan oleh Allah untuk beristirahat dan menanti Tuhan dengan sabar. Mereka tidak mengerti. Israel terbiasa ingin mendapatkan segalanya serba cepat, sesuai tenggat waktu mereka, menurut cara mereka. Maka pada pasal 32, mereka mendesak Harun untuk mendirikan patung lembu emas; sebuah antiklimaks dalam narasi ibadah kitab Keluaran. Maka Allah mendidik mereka dalam pasal 33 untuk menyadarkan mereka bahwa mereka tidak dapat hidup dan bertahan di padang gurun itu tanpa pimpinan dan perlindungan-Nya. Namun di sini kita melihat hati Musa yang begitu indah. Ia berdiri diantara Allah dan bangsa yang tegar tengkuk itu; Musa menjembatani mereka, memohonkan belas kasih dan karunia Allah. Allah berkenan atas hati dan doa Musa.
Tidak jarang kita juga seperti Israel yang tidak sabar menanti Allah, tidak mengerti arti dari beristirahat dan menikmati Allah. Tidak sabar menanti Allah bertindak menurut waktu dan hikmat-Nya. Dalam ketidaksabaran itu, tidak jarang kita juga merusak relasi dan persekutuan dengan Allah; kita beralih kepada sumber-sumber lain dan bergantung kepada mereka, lalu melupakan Allah. Sebuah bentuk penyembahan berhala yang sangat menyedihkan hati Allah. Allah telah berkarya banyak dalam hidup Israel, dan juga hidup kita. Yang Ia dambakan ialah kita menanti-Nya dengan sabar, seperti layaknya seorang kekasih yang menanti pasangan bukan hanya dengan penuh harap, tetapi juga dengan penuh percaya (iman). Bukankah Allah tidak pernah terlambat? Dalam terang kebenaran ini, Allah mengundang Israel dan juga kita untuk menikmati istirahat di dalam Dia, sebuah perhentian yang indah; sebuah relasi mendalam yang Allah rindukan dengan kita. Allah ingin kita menikmati-Nya dalam segala kemuliaan (yj).
Refleksi:
- Apa “padang gurun” yang Anda lewati ketika Anda sedang menanti Allah saat ini? Pekerjaan, konflik dalam keluarga, doa yang belum terjawab?
- Allah ingin Anda menanti Dia dengan iman, menikmati relasi dengan-Nya dan tetap mengerjakan yang terbaik sementara Allah menyatakan kehendak-Nya. Apa yang seringkali membuat Anda tidak rest, melainkan restless dalam menanti Allah? Bagaimana Anda menghadapinya?
- Dalam hal apa Anda dapat menjadi seperti Musa yang menjembatani (membawa syafaat) orang lain kepada Allah?
Photo by Boris Ulzibat from Pexels