Anda Bukan Angka
“Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” (1 Pet 1:18-19)
“Anda bukan angka”, “Yah jelas donk”, batin Anda, “Saya manusia bukan angka.” Tapi sadarkah kita bahwa kadang tanpa kita sadari kita menilai keberhargaan diri kita dengan angka?
Dari bayi, biasanya pertanyaan yang cukup sering ditanyakan orang adalah, “Sudah berapa bulan?” dan “Sudah berapa kilo nih?” Kalau bayinya beratnya besar alias gendut, orang tuanya bangga. Kalau bayinya kecil, di bawah 50 percentile, orang tuanya agak gimana gitu. Seolah keberhasilan orang tuanya membesarkan bayi tergantung pada berat bayinya. Lalu ketika, masuk sekolah, angka untuk mengukur berubah dari berat badan menjadi nilai ulangan, hasil PSLE, A level, GPA. Setelah lulus kuliah, angkanya berubah menjadi besarnya gaji, luas rumah, jumlah mobil, jumlah tabungan, jumlah bonus, KPI dan bagi para wanita kembali menjadi berat badan (tapi yang ini semakin kecil angkanya, semakin senang hatinya J). Kalau kita bukan angka, kenapa kita menggunakan angka untuk mengukur keberhasilan kita? Kalau kita bukan angka, kenapa kita membiarkan angka-angka itu mempengaruhi mood kita (jika angkanya sesuai kita bahagia, kalau angkanya jatuh kita sedih?)
Firman Tuhan mengatakan bahwa kita ditebus, dibeli dengan sesuatu yang tidak ternilai, yaitu darah Kristus. Harga diri kita semestinya tidak tergantung dari angka-angka yang lain. Bapa menghargai kita dengan darah anak-Nya sendiri. Kenapa kita menilai diri kita dengan begitu rendah? Kenapa kita terus-terusan memakai ukuran dunia (jumlah gaji, KPI, ukuran luas rumah, jumlah barang, berat badan, dll) untuk membuat diri kita merasa berharga?
Sebagai pribadi, mari kita terus memohon Roh Kudus untuk mengingatkan kita akan nilai diri kita yang sebenarnya di mata Bapa. Sebagai orang tua, teruslah mengingatkan diri dan anak-anak kita, “Nak, kamu bukan angka. Harga dirimu tidak tergantung dari nilai ulanganmu. Dirimu itu seharga darah Kristus.” (NN)