BERSYUKUR DI DALAM “PENJARA” (Filipi 1:3-6)
Orang umumnya mudah bersyukur jika segala perencanaan berjalan dengan baik. Kondisi hidup sesuai dengan apa yang diperkirakan dan situasi masih ada dalam kendalinya. Ini hal yang umum. Begitu juga sebaliknya. Orang umumnya sulit bersyukur ketika situasi menjadi tidak pasti, bahkan berlawanan dari apa yang direncanakan. Tetapi tidak demikian dengan rasul Paulus. Ia tetap bersyukur kepada Allah, bahkan ketika ia sedang berada di penjara (Filipi 1:12-14). Kepada jemaat Filipi, rasul Paulus menulis betapa ia bersyukur kepada Allah sekalipun hukuman yang menimpanya membatasi kebebasannya dalam memberitakan Injil Kristus. Rasul Paulus memberikan dua alasan mengapa ia bersyukur dalam perikop ini.
Pertama, rasul Paulus bersyukur setiap kali ia mengingat jemaat Filipi dan persekutuan mereka dalam berita Injil (ay.3-5). Jemaat Filipi tumbuh dan berkembang melalui pelayanan misi yang rasul Paulus lakukan bersama dengan Silas, dimana Timotius turut serta bersama mereka (Kisah.16:1-5,13-18). Orang pertama yang bertobat di sana ialah seorang perempuan bernama Lidia, penjual kain ungu. Mereka diundang untuk menumpang di rumahnya (ay.15). Paulus juga mengusir roh tenung dari seorang hamba perempuan (ay.16-18). Pelayanan kemudian menjadi sulit ketika tuan-tuan dari hamba perempuan itu menyadari bahwa mereka kehilangan penghasilannya melalui roh tenung itu. Mereka menangkap rasul Paulus dan Silas lalu menyeret keduanya ke pasar untuk dihadapkan kepada penguasa (ay.19). Singkat cerita, rasul Paulus dan Silas dijebloskan ke dalam penjara setelah pakaian mereka dikoyakkan dan tubuh mereka didera berkali-kali (ay.22-23). Tetapi para penguasa itu tidak menyadari bahwa justru di dalam penjara ini kuasa Allah akan dinyatakan! Melalui peristiwa ajaib dalam penjara, kepala penjara dan keluarganya bertobat dan memberi diri mereka dibaptis (ay.30-33). Setelah rasul Paulus kembali ke rumah Lidia, mereka melanjutkan perjalanan misi ke kota Tesalonika. Inilah cikal bakal jemaat Filipi. Setelah sekian lama rasul Paulus tidak mendengar kabar dari mereka, kini ia mengingat mereka kembali di dalam penjara, dan rasul Paulus bersyukur atas mereka. Di tengah pergumulannya dalam penjara, ia bersyukur karena benih Injil yang telah ditaburkan tumbuh dalam hati jemaat Filipi. Fokus rasul Paulus dalam bersyukur bukan pada hal baik yang terjadi pada dirinya, tetapi pada kebaikan yang terjadi dalam diri orang lain dan pada penggenapan kehendak Allah atas diri mereka, dalam hal ini jemaat Filipi.
Kedua, rasul Paulus dapat bersyukur walau di tengah situasi sulit dan terbatas karena ia yakin kepada pemeliharaan Allah (Filipi 1:6). Sekalipun ia tidak dapat berbuat banyak pada saat itu, selain menulis surat, rasul Paulus tahu bahwa Allah “yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus” (ay.6). Jika Paulus berfokus pada diri yang terbatas, sangat mungkin ia mengeluh dan merasa gagal. Tetapi ia mengarahkan pandangannya pada Allah yang tidak terbatas dan yang setia. Allah yang telah memulai dan memelihara segala pelayanan di Filipi. Allah juga yang akan menjaga iman mereka sampai akhir. Kemanakah Anda mengarahkan pandangan Anda di tengah situasi yang tidak pasti? Ke arah manusia? Diri sendiri? Ataukah kepada Allah yang akan memelihara Anda dan segala yang telah Anda kerjakan di dalam Dia sampai akhir? Jika kita mengarahkan pandangan kepada Allah yang memelihara, kita punya 1001 alasan untuk selalu bersyukur, walau di dalam “penjara”. (Pr. Yudi Jatmiko)