Injil dan Aksi Sosial
Kadang ada gereja yang kuat dalam aksi sosial, tapi tidak sampai menyerukan nama Yesus Kristus (penginjilan), apalagi bangun gereja. Kemudian gereja injili mengkritik gereja2 yang kuat aksi sosial tsb sebagai penganut sosial gospel. Ini adalah gerakan yang berusaha mengaplikasikan etika kristen ke dalam masalah2 sosial global, seperti kemiskinan, diskriminasi, kriminalitas, pertentangan ras, bahaya perang, dsb. Tapi karena masalah2 ini begitu pelik, maka gereja yang kuat dalam aksi sosial tidak punya daya lagi untuk menginjili. Nama Yesus se-olah2 diselubungi dengan aksi sosial yang ada. Di sisi lain banyak gereja yang melabel diri sebagai gereja yang missioner mengganggap aksi sosial tanpa penginjilan bukanlah misi. Kalau nama Yesus belum diproklamasikan maka gereja itu belum bermisi. Apakah pengertian misi sesempit itu? Apakah misi = penginjilan tok? Apakah gereja yang bermisi melalui KKR diberbagai tempat, tetapi tidak ber-aksi sosial – bisa dikatakan sudah bermisi? Atau sebaliknya, apakah gereja yang melakukan aksi sosial saja tanpa penginjilan bisa dikatakan sudah bermisi? Bagaimana seharusnya kita menerapkan hal ini? Kita bisa belajar dari peristiwa kapal karam yang dialami Paulus di Kisah Rasul 27:14-44.
Dalam episode ini, tidak ada proklamasi Injil atau seruan akan nama Yesus Kristus. Paulus sebatas menggunakan istilah ‘God’ atau ‘Tuhan’ secara umum. Tentu dalam pikiran Paulus, Tuhan yang dia sembah adalah Tuhan Yesus Kristus. Dalam pikiran para penumpang kapal, mereka mungkin langsung ingat dewa yang mereka anggap tuhan. Namun Paulus tidak berusaha untuk menyatakan dengan eksplisit siapa Tuhan yang dia sembah itu. Dia tidak menggunakan bencana badai tsb, sebagai kesempatan/batu loncatan untuk menegur atau memperbaiki konsep kepercayaan orang lain. Jadi, ada dua prinsip dari episode ini buat kita pelajari ketika melakukan aksi sosial.
- Motivasi Aksi Sosial Kristiani: ‘Karena kita milik TUHAN’
“Karena” saya milik TUHAN, maka saya terlibat dalam aksi sosial: menolong korban bencana, turut serta dalam reboisasi sebuah daerah, memikirkan pengembangan sebuah komunitas, memberi pinjaman kecil buat orang miskin, memotivasi korban bencana untuk bangkit, melatih mereka dengan keterampilan demi hidup, dsb. Lakukan semua itu dengan motivasi ‘karena saya milik TUHAN.’ Dengan motivasi tsb maka pelayanan misi tanpa aksi sosial adalah omong kosong. Karena aksi sosial seharusnya menjadi ekspresi kasih yang tulus kepada masyarakat. Bukankah esensi Injil adalah kasih?
‘Mengapa tidak ada indikasi tindakan penginjilan?’ Bagi Paulus bermisi bukan sebatas menyerukan nama Yesus tanpa mengerti situasi manusia. Injil Kristus itu diekspresikan sesuai dengan konteks manusia yang membutuhkan. Injil adalah inti berita dari Kerajaan Allah. Injil adalah Yesus mati buat dosa kita, bangkit dan akan datang kembali. Artinya Injil adalah kasih Allah buat dunia. Injil adalah berita jalan keluar. Injil adalah berita pengharapan. Injil adalah berita yang menguatkan. Injil adalah berita pengorbanan. Injil adalah berita keselamatan. Banyak dimensi Injil yang ekspresinya bisa menyentuh manusia. Ekspresi Injil sebagai berita pengharapan inilah yang Paulus berikan kepada semua penumpang kapal, tanpa dia harus
menyebut nama Yesus seakan sebagai sebuah jimat. Prinsip kedua bermisi…(lanjut minggu depan)
Pdt. Budianto Lim.