Kemenangan atas Keraguan akan PanggilanNYA
Waktu jaman sekolah, saya lebih rela dapat nilai 0 daripada menyanyi di depan kelas. Lalu Tuhan mengirim saya ke belahan dunia yang lain untuk bertemu denganNya. Di saat saya berada di keterpurukan, Tuhan memanggil saya untuk melayani di persekutuan. Pada saat itu, entah apa yang membuat saya bilang “ya” waktu ditanya. Saya yang lebih suka berada di belakang layar, sekarang berada di depan memimpin persekutuan doa. Saat itu, saya mengalami perlengkapan Tuhan untuk melakukan apa yang tidak pernah saya bayangkan untuk lakukan.
Setelah itu, seringkali Tuhan menempatkan saya dalam posisi kepemimpinan. Tetapi saya selalu bergumul dan kadangkala berperilaku seperti Musa. Saya berkata kepada Tuhan kalau saya tidak bisa ini, tidak bisa itu, yang itu juga tidak bisa, dan seterusnya. Ketika saya mulai bekerja, pergumulan akan panggilan Tuhan dan bagaimana saya menjalani hidup yang telah Tuhan tebus semakin nyata. Saya tidak yakin atas pilihan saya dan ingin cepat-cepat memulai apapun itu panggilan Tuhan. Tetapi tiap kali jawaban Tuhan adalah “tunggu”. Seperti Abraham, saya belajar untuk menunggu. Seperti Abraham, saya bertindak sendiri. Dan seperti Abraham, saya mengalami kasih karunia Tuhan akan pekerjaan yang memberi saya kesempatan untuk belajar ini, itu, … yang sebelumnya saya berkata pada Tuhan tidak bisa saya lakukan. Selain itu, Tuhan juga menempatkan saya di posisi kepemimpinan di dalam pekerjaan.
Terus menerus belajar berbagai hal di luar zona nyaman bukanlah hal yang mudah bagi saya. Saat yang bersamaan, saya juga bergumul apakah Tuhan memimpin saya ke peranan teknis atau manajerial di dalam pekerjaan. Manakah yang lebih bermanfaat untuk langkah saya selanjutnya untuk menjawab panggilan Tuhan. Pada saat itu, saya berkata pada Tuhan kalau saya hanya ingin mengikuti, saya sudah lelah memimpin. Saya bersyukur ketika Tuhan menyadarkan saya bahwa Tuhan telah memimpin saya terlebih dahulu. Apakah saya diberi peran kepemimpinan ataupun tidak, saya hanya perlu mengikuti pimpinan Tuhan.
Tidak lama setelah itu, pertanyaan apakah saya mau melayani di posisi kepemimpinan datang lagi. Jawabannya sangat jelas. Di sisi lain, reorganisasi di pekerjaan menempatkan saya tidak di posisi kepemimpinan lagi. Sikap hati saya pun sangat jelas. Apapun yang saya lakukan, saya hanya perlu mengikuti pimpinan Tuhan dan bersandar pada kasih karuniaNya yang memampukan saya untuk memuliakan Tuhan melalui apapun yang saya lakukan.
Saya bersyukur kalau Tuhan mempertahankan, memampukan, menegur, memberi tantangan, memulihkan dan memberikan sukacita ketika saya berjalan bersama Tuhan. Walaupun saat ini saya tidak tahu kemana Tuhan memimpin, saya berpegang pada Tuhan yang saya percaya, dan saya yakin bahwa ia mampu menjaga apa yang telah dipercayakan kepadanya untuk hari itu. Saya bersyukur bahwa Dia mengunakan bahkan saya. Semua kemuliaan dan kehormatan menjadi kepada-Nya. (LMN)