Kepintaran vs. Hikmat
by GPBB · Published · Updated
Dalam buku Emotional Quotient yang ditulis Daniel Goleman diceritakan bahwa ada seorang mahasiswa yang selalu mendapat nilai A menjadi terganggu karena suatu kali ia mendapat nilai B dari seorang dosen. Saking terganggunya ia mendatangi sang dosen dan kemudian membunuhnya. Goleman ingin menunjukkan bahwa orang bisa pandai tetapi belum tentu bisa menjalani hidup dengan benar. Dari aspek psikologi sosial, Goleman mendorong dikembangkannya kepandaian mengelola emosi yang sangat berguna dalam membangun relasi dengan orang lain.
Jika berdasarkan data kuantitatif dalam Alkitab, kepintaran kurang dihargai dibandingkan dengan hikmat. Dalam Alkitab bahasa Inggris New International Version, kata “intelligent” muncul 9 kali dan “clever” 2 kali, tetapi kata “wise” dan “wisdom” muncul 455 kali. Secara kualitatif hikmat adalah penting dalam Alkitab terindikasi dengan adanya kitab Amsal yang intinya ingin mendorong pembaca membangun hikmat dan takut akan Tuhan.
Apa bedanya kepintaran dan hikmat? Tulisan ini mungkin menggambarkan perbedaannya: “A person who is clever may be sharp, skillful, witty and inventive, but a person who is wise possesses discernment, good judgment and discretion.” (Lihat https://www.jhconline.com/wisdom-vs-cleverness.html). Kepintaran lebih merupakan keterampilan dan kemampuan, hikmat lebih kepada membedakan dan memberi penilaian yang baik dan tepat. Kata hikmat dalam Bahasa Ibrani adalah hokma yang menurut New Bible Dictionary “is intensely practical, not theoretical.... wisdom is the art of being successful, of forming the correct plan to gain the desired results.” Dengan demikian pemahaman umum tentang hikmat sejalan dengan konsep hikmat dalam Alkitab.
Kepintaran semata bisa tidak berguna atau bahkan bisa menjadi alat kejahatan yang luar biasa. Kepandaian akan menjadi lebih bermanfaat bila disertai hikmat. Karena itu hikmat perlu dikembangkan karena didalamnya ada nuansa moral yang menjaga kita tidak berbuat kejahatan dan juga nuansa praktikal sehingga mampu beradaptasi dan menghadapi situasi dan kondisi yang bisa berubah dan mengambil keputusan-keputusan yang baik dan tepat dalam berbagai pilihan hidup. Karena itu kejarlah dan kembangkan hikmat lebih daripada kepintaran, “Karena hikmat lebih berharga daripada permata” (Amsal 8:11) (djh).
Image edited by IY