LANGUISHING
by GPBB · Published · Updated
Languishing adalah satu kondisi kejiwaan di mana kita tidak terjerembab dalam kondisi depresi tetapi tidak dapat mencapai titik maksimal (flourishing). Akibatnya, jiwa kita terkungkung dalam berbagai keterbatasan yang disebabkan kondisi situasi yang tidak ideal (“There’s a Name for the Blah You’re Feeling: It’s Called Languishing,” The New York Times, 19 April 2021). Adam Grant, seorang psikolog, mengatakan bahwa dalam ilmu kejiwaan, ada tiga tingkat kejiwaan manusia. Yang paling rendah ialah depresi. Anda merasa seperti sedang berjalan di lorong yang gelap tanpa ada titik diujungnya. Orang yang mengalami depresi tidak memiliki alasan untuk bangun dari tidurnya di pagi hari. Sebuah kondisi yang berbahaya. Sebaliknya, tingkat yang paling tinggi ialah flourishing. Orang yang berada pada tingkat ini akan merasakan segala keterkaitan makna dan kepenuhan dalam hidup. Anda akan merasakan bahwa hidup Anda bermakna. Pekerjaan Anda maksimal, talenta dan keterampilan Anda tersalurkan dengan optimal. Anda melihat dan merasakan dampaknya dalam hidup sesama. Anda mengalami rancangan Allah nyata dalam hidup Anda. Anda merasakan kepenuhan hidup (fullness of life). Jiwa Anda semangat dan penuh energi. Anda telah mencapai tahap flourishing.
Languishing berada di antara kedua tahap tersebut. Anda tidak merasa depresi, tetapi Anda juga tidak mengalami flourishing dalam hidup. Anda dapat bangun di pagi hari tetapi tidak dengan semangat dan energi yang penuh. Anda tetap dapat melakukan aktivitas dan kerja setiap hari tetapi selalu dibayangi oleh perasaan terbatas. Anda dapat pergi keluar tetapi disertai dengan perasaan cemas dan was-was. Anda tidak pernah lagi merasakan bebas, lepas dan aman sepenuh-penuhnya. Gambarannya ialah seperti Anda setiap hari memandangi jendela kaca di saat hari hujan. Suasana hati yang kelabu. Anda merasa tidak bebas dan maksimal. Inilah yang disebut languishing.
Dalam penelitiannya, Corey L. M. Keyes, pengagas terminologi ini, menyatakan bahwa languishing, sekalipun tampak biasa, sebenarnya adalah kondisi kejiwaan yang berbahaya jika dibiarkan dalam jangka waktu yang panjang (“The Mental Health Continuum: From Languishing to Flourishing in Life,” Journal of Health and Social Behavior 43, no. 2 [2002]: 207-222). Keyes menyatakan bahwa languishing memiliki dampak 3 kali lebih buruk daripada PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder). Banyak ahli sependapat dengan hal ini. Jika tidak diatasi dan dikelola dengan baik, kita dapat mengalami stress yang berkepanjangan dan menuai dampak yang sangat negatif dari languishing di tengah pandemi ini.
Dua hal di bawah ini disarankan oleh para ahli kejiwaan untuk mengatasi languishing. Saya melihat manfaatnya sangat dekat dengan apa yang disarankan oleh firman Tuhan:
- Berilah waktu untuk diri Anda sendiri.
Ambil waktu untuk menikmati alam atau kesederhanaan hidup, seperti menikmati makanan, bersaat teduh, mendengarkan lagu rohani, menghirup secangkir teh hangat, menikmati obrolan santai dengan pasangan atau keluarga. Waktu-waktu yang demikian, membuat Anda menghargai hal-hal kecil dalam hidup. Ini akan memberikan makna dan harapan bahwa dalam segala ketidakpastian ini, Anda dikelilingi oleh sukacita dan kebahagiaan.
- Fokuslah pada tujuan-tujuan jangka pendek.
Dalam situasi pandemi, banyak orang kesulitan untuk membuat perencanaan jangka panjang: penerbangan tahun depan, liburan akhir tahun, pernikahan, undangan makan bersama, atau prospek pengembangan bisnis tahun depan dan sebagainya. Hal ini sering membuat orang menjadi frustasi. Oleh karena itu, hal ini dapat diimbangai dengan membuat tujuan-tujuan jangka pendek. Misalnya, penyelesaian tugas-tugas kerja hari ini atau minggu ini, mengundang makan rekan atau tetangga dalam bulan ini, atau liburan setempat (staycation) dalam waktu dekat. Hal ini tentu tidak mengabaikan rencana jangka panjang kita. Tujuan-tujuan jangka pendek ini akan memberi pesan kepada jiwa kita bahwa masih ada yang ‘pasti’ dan dapat dicapai dalam waktu dekat. Ini memberi harapan dalam hidup.
Pada akhirnya, bersyukurlah! Bersyukur membuat jiwa kita bernyanyi ditengah situasi yang tidak ideal. Hitunglah berkat Tuhan dan sebutkanlah itu dalam doa secara spesifik. Biarkan jiwa Anda mengecap berkat dan kebaikan-kebaikan Tuhan tersebut, seperti layaknya Anda menghirup hangatnya teh atau kopi di pagi hari. Perjalanan pandemi ini tampaknya masih panjang, tetapi biarlah jiwa kita tidak terpenjara oleh languishing, melainkan tetap kuat dan sehat di dalam Tuhan. Biarlah jiwa kita bernyanyi, “Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!” (Mazmur 34:9). Tuhan memberkati! (YJ).