Perjamuan
by GPBB ·
Perjamuan
Dalam perjalanannya ke Roma, kapal yang ditumpangi oleh rasul Paulus mengalami banyak masalah dan semua orang sudah kehilangan harapan untuk selamat (Kisah 27:20). Di saat seperti itu rasul Paulus mengajak semua orang untuk makan. Sudah dua minggu mereka menahan lapar dan tidak makan apa-apa. Karena itu rasul Paulus menasehati mereka, supaya mereka makan dahulu: “Hal itu perlu untuk keselamatanmu. Tidak seorang pun di antara kamu akan kehilangan sehelai pun dari rambut kepalanya.” (Kisah 27:34) Kemudian, Lukas menulis demikian:
“Sesudah berkata demikian, ia mengambil roti, mengucap syukur kepada Allah di hadapan semua mereka, memecah-mecahkannya, lalu mulai makan.” (Kisah 27:35)
Ekspresi ini akan membawa benak kita kepada praktek perjamuan makan (yang akan berkembang menjadi Perjamuan Kudus) yang dilakukan oleh jemaat mula-mula saat itu. Kita bisa membandingkannya dengan apa yang ditulis dalam dokumen Lukas yang lain yaitu di Injilnya, “Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka.” (Luk 22:19)
Ataupun di Kisah Para Rasul sendiri seperti di Kisah 2:42, “mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” ataupun di Kisah 20:7, “ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti.” Dan, akhirnya, dengan yang ditulis oleh rasul Paulus sendiri dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, demikian, ‘Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya…’ (1 Kor 11.23-24)
Salah satu hal yang dapat diobservasi adalah adanya pola yang sama yaitu (1) mengambil roti, (2) mengucap syukur, dan (3) memecah-mecahkan roti. Namun, yang lebih menarik di kisah kapal yang ditumpangi rasul Paulus ini adalah rasul Paulus melakukan hal tersebut di sebuah kapal yang berisi prajurit-prajurit Romawi yang bukanlah orang-orang percaya saat itu, dan hal ini diekspresikan oleh Lukas dengan menggunakan bahasa perjamuan makan yang diadakan oleh jemaat mula-mula. Dengan kata lain, perjamuan Kristiani juga dapat kita maknai bukan hanya dalam konteks ritual gerejawi (Perjamuan Kudus) namun juga dalam wujud perjamuan makan baik itu dengan sesama umat Kristen maupun dengan orang-orang lain di sekitar kita yang dapat menjadi momen kehadiran Tuhan di sana lewat persekutuan dan ucapan syukur kita. Makanlah! (SH)